Cerber di Jawa Pos Ini 34 Tahun Baru Dibukukan

Jadi buku, setelah 34 tahun Cerbung di harian Jawa Pos.
Bukan juga kenapa-kenapa. Kadang, tak terpikirkan juga. Bahwa ada “harta karun” tersimpan di kotak pandora sekian lama yang masih bisa untuk dikorek-korek kemanfaatannya.
Aslinya judul cerber saya itu Tetes Cinta yang Tercecer. Namun, di pertengahan pemuatan, diganti redaktur menjadi: Tetes-Tetes Cinta Terakhir. Saya tetap kembali ke: khittah, dong!
Didaur ulang. Dikemas. Disajikan kembali secara baru. Bukankah itu sebuah inovasi? Yakni mengemas isi lama ke dalam kirbat (cashing) baru? Desain sampulnya dikerjakan: Aji Najiullah. Saya suka rentak irama tarian kanvasnya yang “gua bingits”. Romantis-naturalis.
 
Setelah dipikir-pikir. Saya tidak mengedit kandungan cerita dan jalinan kalimatnya. Biarlah ia menjadi saksi waktu itu.  Sebagai sejarah. Sesuai dengan kata-kata pakar sejarah, Cicero bahwa, “historia nuntia vetustatis est” –sejarah adalah pesan dari masa silam.
 
Redaktur bidang fiksi harian Jawa Pos, waktu itu (1987) adalah pakar Feng Shui terkenal di Jawa Timur. Rekan sesama Redaktur buletin sosial, Busos. Ia adalah Basuki Soedjatmiko. Bukan karena teman ia meloloslan cerber saya ini.  Sebab waktu cerber ini “dihakimi” di sidang redaksi, ia sendiri abstain.
 
Satu hal yang cukup unik. Aslinya judul cerber saya itu Tetes Cinta yang Tercecer. Namun, di pertengahan pemuatan, diganti redaktur menjadi: Tetes-Tetes Cinta Terakhir. Seperti mata Anda melihat. Saya tetap kembali ke: khitah, dong!
 
Saya klipping cerber itu. Harus merangkap pengarsip yang telaten.
 
Sebagai “dokumen”, Cerber ini adalah potret masyarakat pada zamannya. Novel tragedi separuh romantis  ini, sedang proses Live in di Google Book, akun Penerbit Lembaga Literasi Dayak.
 
Sinopsisnya:
Semua datang mengejarku. Ayah dan Bu Nani. Aku berlari terus mencari perlindungan, namun tak satu pun yang mau menolongku. Hingga akhirnya, aku terjatuh ke jurang yang dalam serta gelap sekali. Tidak tampak apa-apa. Yang ada, hanyalah hitam pekat. Selama dua Minggu aku coma. Kata orang, berada antara hidup dan mati. Di tengah tidur dan jaga.
*
Tentu saja, itu sebuah ilusi. Ilusi Sri, yang dalam novelet ini memerankan tokoh ”Aku.”
Berpuluh-puluh tahun lamanya ia harus berjuang, bergulat dengan macam-macam persoalan.
Juga harus bersitegang dengan Bu Nani, istri muda ayah. Namun, itu semua karena Sri ingin merebut kembali Tetes Cinta yang Tercecer. Karena bagaimanapun, ia merasa lebih berhak memiliki ayah dari pada perempuan perampas itu.
Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 737

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply