Sebaiknya baca terlebih dahulu: Realisme Bahasa
Mungkin sekarang kamu berpikir: “Sepertinya omong kosong belaka Yang Transenden itu!” Kamu mendadak yakin bahwa segala objek serta sifat-sifat yang menyertainya gak lebih dari nama-nama, hingga akhirnya kamu mempartikularkan apa saja, dan dengan demikian gak ada yang universal. Kamu kini menolak Plato!
Cara pikir macam itu gak baru sama sekali, disebut: nominalisme bahasa. Gorgias (s. 483 – 375 SM), salah satu dari kaum Sofis Yunani, adalah orang pertama yang mempertahankan argumen nominalisme.
Tapi izinkan saya bertanya, misalkan kamu dan teman kamu sekarang sedang bercakap-cakap, apakah yang kalian lakukan itu sebagai cara berbagi pemikiran atau sekadar bertukar-tukar kata?
Pasti kamu bilang “Ya, sedang berbagi pemikiran dong, Pak!”
Yakin? Menurut Gorgias sendiri malah gak begitu. Aktivitas bercakap-cakap itu, termasuk percakapan di WattsApp, gak lebih dari aktivitas bertukar-tukar kata belaka, gak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya. Kita ini hanya tukar-tukaran kata!
Aneh gak sih Gorgias?
Sepintas memang aneh, dan Gorgias sendiri yakin kok kalau antarmanusia yang bertukar-tukar kata itu saling memahami namun pemahaman tersebut selalu melintasi jarak/kesenjangan karena setiap pihak yang terlibat perlu menafsirkan bahasa berdasarkan pikirannya masing-masing. Setiap penafsiran dengan demikian sangat ditentukan oleh bakat serta intelek masing-masing pengguna bahasa.
Kasus baper
Di masa sekarang ada di antara kamu yang menjadi baper gara-gara kata-kata tertentu yang gak dimaksudkan melukai perasaan, dan kondisi ini menunjukkan bahasa dipahami kemudian berdasarkan kemampuan kamu menafsirkan kata-kata orang.
Dengan kata lain, benar pikiran itu ada, tapi bukan dari pikiran orang ke pikiran orang lainnya secara resiprokal. Yang ada adalah pikiran kamu memikirkan pikiran kamu sendiri! Aku begini karena itu aku begitu —sebagai parodi dari “aku berpikir karena itu aku ada” (cogito ergo sum[1]).
Orang omong apa sama kamu, dan orang itu gak maksud menyinggung kamu, tapi kamu kemudian memikirkannya dan jadi tersinggung, berarti kamu berpikir kamu tersinggung. Pikiran kamu sendirilah yang menjelaskan kata-kata orang kepada diri kamu sendiri, bukan dari kata-kata itu terdapat singgungan untuk kamu. Boleh saja dalam kata-kata tersebut ada singgungan, tapi kalau kamu memikirnya sebagai bukan singgungan, maka kamu tidak akan baper.
Mari kita lihat dialog berikut.
PLATO: Anjing lu, Bro!
GORGIAS: Emang! Aku berbulu, aku berekor, aku bertaring, aku juga makan daging. Makasih ya. He.
Dalam dialog tersebut terlihat bahwa Gorgias tidak tersinggung disebut “anjing”. Orang yang baperan bisa saja teringgung saat mendapatkan pujian “Wah, kamu hebat ya sekarang!”. Kata-kata macam itu dapat kamu tafsirkan “Jadi, lu pikir gue selama ini gak hebat! Anjing lu ya!” –lihatlah, berapa banyak orang tersinggung karena pujian, dan berapa banyak pula orang santai-santai saja disebut “anjing”, “kadal”, “monyet”, bahkan “setan” sekalipun.
Orang baperan dapat menjadi baper oleh kata-kata yang tidak untuk membaperkannya. Boleh jadi kamu memuji si Baper, tapi dasar dia orangnya baperan, pujian pun melukai perasaannya.
Dengan kata lain memang jangan pernah berharap ada universalitas bahasa, sehingga kamu jangan pernah berpikir “maksud” kamu dalam kata-kata kamu akan sama diterima oleh teman kamu. (Apakah kasus ini yang menjadi alasanmu tidak setuju dengan realisme Plato? Kalau iya, berarti masih ada miskonsepsi memahami realisme –belajar lagi ya.)
Universalisme dalam realisme Plato bukan artinya bahasa di mana pun akan diterima sama, tetapi Ide –untuk entitas yang nonbenda– dan Bentuk Murni –untuk entitas bendawi– menempati posisi universal di ruang transenden, sedangkan bahasa yang membikin kamu atau dia baper tetap merupakan salinan dari Ide atau Bentuk Murni tersebut. Setiap salinan mana bisa menjadi universal. Ide tentang kursilah yang universal itu, sedangkan kursi-kursinya sendiri tidak pernah ada yang universal (contoh benda). Ide tentang cinta selalu universal, tetapi kisah-kisah cinta tidak pernah universal, selalu ada beda-bedanya (contoh nonbenda). Silakan kamu tambahkan contoh-contoh lainnya untuk benda dan nonbenda.
Sampai sejauh ini nominalisme belum dapat memenangkan pertarungan melawan realisme, pun sebaliknya, tetapi jangan pikir nominalisme tidak ada gunanya, dan realisme tidak ada kelemahannya. Kamu akan tahu plus-minus dunia apa pun jika kamu terus mempelajarinya.
(Sampai ketemu lagi di diskusi filsafat bahasa berikutnya…)
[1] Cogito ergo sum adalah konsep inti filsafat René Descartes, terdapat dalam buku Discourse on the Method (1637).
Nama : Rizkia Mulyani
NIM : 2222230038
Kelas : 2A
Jurusan ; Pendidikan Bahasa Indonesia
Saya Izin bertanya pak, apakah nominalisme bertujuan untuk memecahkan suatu persoalan dari hasil pemikiran sendiri?
Nama : Tifara Revalina Iryanti
Nim : 2222230051
Kelas : 2A
Bahasa yang kita lontarkan bisa saja membuat masalah di kemudian hari, karena setiap manusia mempunyai tafsiran sendiri dengan apa yang dilontarkan oleh lawan bicara, bagaimana cara bapak untuk menanggapi kasus ini? Apakah kita harus memberi pengertian dulu jika ingin memulai pembicaraan dengan seseorang agar lawan bicara kita tidak tersinggung?
Risma Fitriyani-2222230050-2A
Mohon izin bertanya. Apakah nominalisme ini bertentangan dengan ilmu semantik? Bukankah apabila Gorgias berkata atau bercakap-cakap dengan seseorang itu mengandung arti sehingga adanya timbal balik dari apa yang dikatakan? lantas ini secara tidak langsung dari ucapan atau prakata seseorang menimbulkan emosi, jadi apa boleh kita tidak sejalan dengan nominalisme? Yang dimaksud nominalisme bahasa ini apakah bahasa itu tidak ada makna atau bahasa itu kekosongan?
Sintia Agustin_2222230020_2C
Apa yang membuat nominalisme tidak bisa melawan realisme, dan apa keunggulan yang lebih dominan dari realisme yang bisa mengalahkan nominalisme?
Isnayni Kalamsyah_2222230130_2C
Saya ingin bertanya, Pak. Seperti pada tulisan bapak, bahwa Gorgias mengartikan kita berbalas pesan atau mengobrol dengan teman, merupakan kegiatan yang hanya bertukar kata. Dewasa ini orang orang sering berucap, “wah saya gak sefrekuensi sama dia, jadi saya gak mau ngobrol sama dia lagi.” Apakah dengan begini, tetap hanya disebut bertukar kata? Dan jika iya, apakah berarti kita tidak pernah bertukar pikiran dengan orang lain? Bagaimana dengan proses belajar mengajar, apakah kegiatan tersebut merupakan transfer pemikiran?
Indriyani_2222230085_2C
setelah saya membaca dan memahami esai ini saya setuju dengan pemikiran realisme Plato bahwa bahasa di mana pun tidak akan diterima dengan sama, nah untuk menafsirkan kata-kata itu kembali lagi berdasarkan pikiran kita masing-masing. Pertanyaan saya mengapa Gorgias bersikeras dengan nominalisme? dan mengapa realisme bahasa dan nominalisme itu menjadi sebuah pertarungan?. Terimakasih pak.
Indriyani_2222230085_2C
setelah saya membaca dan memahami esai ini saya setuju dengan pemikiran realisme Plato bahwa bahasa di mana pun tidak akan diterima dengan sama, nah untuk menafsirkan kata-kata itu kembali lagi berdasarkan pikiran kita masing-masing.pertanyaan saya mengapa Gorgias bersikeras dengan nominalisme? dan mengapa realisme bahasa dan nominalisme itu menjadi sebuah pertarungan?
Sintia Agustin_2222230020_2C
Apa yang membuat nominalisme tidak bisa melawan realisme, dan apa keunggulan yang lebih dominan dari realisme yang bisa mengalahkan nominalisme?
Firli Azkiya Rahmania_2222230027_2D
Sampai sejauh ini nominalisme belum dapat memenangkan pertarungan melawan realisme, tetapi jangan pikir nominalisme tidak ada gunanya, dan realisme tidak ada kelemahannya. Kamu akan tahu plus-minus dunia apa pun jika kamu terus mempelajarinya. Dari pernyataan tersebut, pertanyaan saya:
1. Mengapa nominalisme tidak dapat memenangkan pertarungan melawan realisme? Mungkinkah nanti nominalisme dapat menang melawan realisme?
2. Apa kegunaan nominalisme bagi pembelajaran bahasa?
3. Apa kelemahan realisme bahasa?
4. Bagaimana cara mengendalikan pikiran kita agar tidak mudah tersinggung atau baper terhadap ucapan atau kata-kata orang lain, dimana pikiran itu selalu muncul tanpa disadari?
Terima kasih.
Nama: Afina Aulia
Kelas: 2A
NIM: 2222230119
MK: Filsafat Linguistik
Izin bertanya pak, Bagaimana hubungan antara nominalisme bahasa dengan teori-teori semantik lainnya, seperti teori referensi dan teori koherensi?
Bagaimana pandangan nominalisme bahasa memengaruhi cara kita memahami pembentukan makna dalam bahasa?
Sintia Agustin_2222230020_2C
Apa yang membuat nominalisme tidak bisa melawan realisme, dan apa keunggulan yang lebih dominan dari realisme yang bisa mengalahkan nominalisme?
Nama: Zilfa Ghifara
Nim: 2222230037
Kelas: 2A
Izin bertanya Pak, apa maksud plato yang menyatakan “universalitas bahasa” dan kenapa hal itu berbeda dengan pandangan nominalisme bahasa?
Dwi Lutfiah Aini_2222230092_2C
Sebut saja A dan B. Saat A berbicara kepada B seperti “Kamu lihai sekali mengerjakan ini.”, lalu B menjawab “Terima kasih, tapi ini hasilnya biasa saja kok karena saya masih belajar. Saya hanya merangkai bagian ini, lalu ini. Kamu bisa mencobanya.” Pertanyaan saya apakah itu termasuk hanya bertukar kata? Sedangkan A memuji seperti itu karena di pemikiran A si B lihai dalam mengerjakan hal tersebut. Lalu B menjawab seperti itu juga tidak dalam arti tersinggung, mana tahu. B menjelaskan bahwa B bisa karena belajar dan masih belajar, dan B menjelaskan pemikirannya kepada A “Rangkai ini, lalu ini.”. Kemudian, cara menentukan tersinggung atau tidaknya orang itu bagaimana ya, Pak? Seperti contoh di atas, B menjawab baik seperti itu tetapi bisa jadi B merasa tersinggung. Setelah itu, mengapa Gorgias percaya bahwa bertukar kata tidak sama dengan berbagi pemikiran?
Terima kasih, Bapak. Mohon maaf kalau banyak kekeliruan dalam pertanyaan saya.
Muhammad Wildan Atqya. 2222230041. 2A
Menurut Gorgias, aktivitas bercakap-cakap itu tidak tidak lebih dari aktivitas bertukar kata belaka nggak ada transfer pemikiran dari pikiran satu kepikiran lainnya. Lalu bagaimana Georgias bisa menjelaskan kemampuan manusia untuk belajar dari orang lain? Bukankah kemampuan manusia untuk belajar dari orang lain menunjukkan adanya pertukaran tentang ide-ide atau pikiran lewat komunikasi? Karena bukankah untuk memahami kata-kata yang diucapkan orang lain harus memahami juga pikiran mereka yang melontarkan kata-kata tersebut.
Indah Khairunnisa_2222230023_2C
Dari Gorgias, saya memahami bahwa nominalisme hanyalah kata-kata yang di keluarkan saja, tidak merujuk pada kenyataan apapun. Seperti yang telah Bapak jelaskan tadi, bahwa sebenarnya saat kita bercakap-cakap yang kita lakukan hanyalah bertukar-tukar kata saja bukan sedang berbagi pemikiran. Dari pemahaman tersebut, nominalisme bertentangan dengan realisme. Nominalisme tidak memiliki makna yang kuat dibandingkan dengan realisme. Lalu, apa gunanya nominalisme di dalam bahasa?
Nama: Dhiah Fatma Pratiwi
NIM: 2222230062
Kelas: 2B
MK: Filsafat Linguistik
Izin bertanya Pak, seperti yang ditulis di sana jika kita memuji orang tetapi dia merasa tersinggung dengan apa yang kita katakan sebaiknya sikap kita terhadap orang tersebut itu harus
bagaimana? apakah kita bisa mengubah salinan ide atau bentuk murni tersebut agar orang itu tidak tersinggung?
Lalu apakah nominalisme ini memiliki keterkaitan dengan etika?
Nama: Anisa Isnaeni Faturohmah
NIM: 2222230124
Kelas: 2B
Prodi: Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata Kuliah: Filsafat Linguistik
Izin bertanya Pak, Apakah ada perbedaan antara berbicara sebagai sarana berbagi pemikiran dan sekadar bertukar kata menurut Gorgias? Bagaimana Gorgias menjelaskan tentang pemahaman antar manusia dalam konteks ini?
Nama: Nadea Juliana
Nim: 2222230044
Kelas: 2 A
MK: Filsafat Linguistik
Izin bertanya Pak, jika menurut Gorgias berkomunikasi itu hanya bertukar-tukar kata, bagaimana caranya kita sebagai manusia memahami isi pemikiran orang lain, bukankah berkomunikasi juga sama saja saling bertukar pikiran? dan sejujurnya saya setuju dengan teori
realisme Plato dan jangan pernah berharap tentang adanya universalitas bahasa, bagaimana kita mengucapkan sebuah kata pujian tanpa membuat orang lain tersinggung, karena setiap orang pasti menafsirkan omongan (pujian) dari sudut pandang yang berbeda-beda?
Terimakasih Pak.
Keisha Aulia Majid_2222230097_2C
Izin bertanya pak, Bagaimana konsep nominalisme mempengaruhi cara kita merespons kata-kata dan tindakan orang lain dalam kehidupan sehari-hari? Menurut perspektif nominalis, istilah umum seperti “cinta”, “kebahagiaan”, atau “kesedihan” hanyalah kata-kata yang digunakan untuk mengekspresikan emosi atau keadaan yang berbeda. Sebenarnya tidak ada ide yang berada di luar imajinasi kita. Pertanyaannya adalah Bagaimana sudut pandang ini mempengaruhi reaksi kita terhadap pernyataan dan tindakan orang lain? Apakah cara kita menafsirkan kata-kata menyebabkan kita menjadi terlalu sensitif?
Terima kasih pak
Cici Juvian_2222230060_2B
Saya hendak bertanya, Pak. Saat saya merasa tersinggung, apa kah itu berarti ada yang salah pada pikiran saya? Sebab, sedikit banyak saya sering tersinggung dengan kata-kata sepele dari orang. Kalau begitu, sebenarnya pikiran kita yang mengendalikan bahasa, atau justru bahasa yang mempengaruhi pikiran?
Ralat, Pak, maksud saya adalah ketika saya merasa tersinggung dengan kata-kata orang lain, apakah itu berarti ada yang salah pada pikiran saya? Kemudian, sebenarnya pikiran kita yang mengendalikan bahasa, atau justru bahasa yang mempengaruhi pikiran? Terima kasih dan maaf, Pak, karena banyak typo di komentar saya.
Muhamad Suhepi, 2222230032, 2C
Ijin bertanya,
Bagaimana dengan nominalisme dalam bidang ilmu lain Pak, contohnya matematika dan sains, apakah memiliki arti yang sama juga?
Terima kasih
Vara Agitya Eka Prawita_2222230093_2C. Mengingat bahwa Nomanilisme Bahasa pada zaman sekarang ini sangat sering terjadi, tentunya sebagai pendidik harus lebih memahami. Dalam kegiatan diskusi yang dilakukan beberapa pihak, yang dimana pastinya akan mengutarakan perbedaan pendapat. Apakah hal tersebut termasuk dalam kegiatan “bertukar pikiran”? atau hanya sekadar bertukar kata? Jika iya, bagaimana khususnya sebagai pendidik mengimplementasikan Nomanilisme Bahasa dengan tepat?
*Nominalisme. Mohon maaf saya salah mengetik Pak
Asterina Akbariani Suseno_2222230110_2D
Izin bertanya Pak, Melihat dari pemikiran Gorgias bahwa bahasa hanya bertukar kata-kata tanpa adanya transfer pembelajaran. Lalu pembelajaran didapatkan dari mana pak kalau bukan salah satunya dari kata-kata? Melihat juga dari sisi peran bahasa, bahwa bahasa sebagai alat pembelajaran. Berarti Gorgias mengabaikan peran bahasa Pak?
*melihat dari pemikiran Gorgias.
Izin ralat Pak
Eka Edinda Yuliana Andriyani_2222230033_2D
Izin bertanya Bapak, Dalam konteks bahasa, mengapa Plato menekankan bahwa bahasa yang menciptakan perasaan baper masih merupakan salinan dari Ide atau Bentuk Murni tertentu, dan apakah ini merujuk pada ketidak universalannya?
Haura Zhafira N.A_2222230127_2B
Bagaimana nominalisme bahasa mempengaruhi pandangan tentang kasus baper?
Nama : Aina Zulfatun Nisa
NIM : 2222220065
Kelas : 4C
Setelah saya membaca dapat saya pahami bahwa nominalisme adalah cara memahami perkataan berdasarkan tafsiran sendiri. Berbeda dengan realisme yang melihat apa yang terlihat di alam. Jadi pertanyaannya apakah ada dampak yang terjadi jika seseorang berpikir nominalisme?
Said Mursalin_2222230107_D
Izin menanggapi, jika Georgias mengatakan bahwa aktivitas bercakap-cakap itu hanyalah sebatas bertukar kata-kata, lantas bagaimana cara kita untuk menyampaikan pemikiran kita jika tidak menggunakan kata-kata, akankah hal tersebut merupakan hal yang mustahil?
Aam Amelia_2222230031_D
Jika kita menerima keberadaan kata-kata, lalu bagaimana kita memahami hakikat kata-kata itu?
Salsabila Askia_2222230059_2D
Izin bertanya Pak, bagaimana realisme dan nominalisme mempengaruhi pandangan tentang kebenaran/kenyataan?
Kamilatun nabilah_2222230002_2A
Izin bertanya pak, apakah nominalisme bisa mempengaruhi pembentukan konsep dan pemahaman abstraksi dalam bahasa? Jika iya, bagaimana kita membedakan yang bisa atau tidak nya?
Maaf Pak izin koreksi nim saya 2222230003
Imelda_2222230103_2D
Mengapa Gorgias sangat yakin kalau antarmanusia yang bertukar kata saling memahami? Bisa saja ada antarmanusia yang bertukar kata tapi tidak saling memahami apa yang meraka tafsirkan satu sama lain
Nama: Nurkaila Navita
NIM: 2222230017
Kelas: 2B
Mata kuliah: Filsafat linguistik
Izin bertanya pak, dari keyakinan Gorgias kalau antarmanusia yang bertukar-tukar kata itu saling memahami namun pemahaman tersebut selalu melintasi jarak/kesenjangan karena setiap pihak yang terlibat perlu menafsirkan bahasa berdasarkan pikirannya masing-masing. Pertanyaan saya Bagaimana kita dapat memastikan bahwa pesan yang disampaikan dalam percakapan benar-benar dipahami oleh pihak yang menerima, mengingat adanya potensi untuk penafsiran yang berbeda-beda?
Nama : Siti Nurjanah
NIM : 2222230001
Kelas : 2A
Izin bertanya pak, bagaimana cara mengetahui nominalisme bahasa bisa memengaruhi hasil pemikiran sendiri?
Nama : Fitri Dwi Cahyani
NIM : 2222230048
Kelas : 2A
Dalam esai yang sudah Bapak jelaskan di atas, kita diperkenalkan pada pandangan Gorgias, yang menyatakan bahwa aktivitas berbicara manusia hanyalah sekadar bertukar-tukar kata-kata belaka tanpa adanya transfer pemikiran yang nyata. Gorgias meyakini bahwa pemahaman sepenuhnya subjektif dan dipengaruhi oleh penafsiran individu. Pandangannya ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang kebenaran dan kesalahan dalam interpretasi, serta keberadaan standar objektif untuk menilai kesesuaian interpretasi seseorang dengan makna sebenarnya dari suatu ucapan.
Beberapa pertanyaan saya yang timbul dari pandangan itu adalah: bagaimana pandangan Gorgias tentang aktivitas berbicara memengaruhi konsep kebenaran dan kesalahan dalam interpretasi, dan apakah hal ini berarti tidak ada standar objektif untuk menilai interpretasi seseorang? Selain itu, bagaimana konsep universalitas bahasa yang diperdebatkan antara Plato dan Gorgias berkaitan dengan masalah pemahaman dan kesalahpahaman dalam komunikasi sehari-hari? Dan bagaimana konsep ini mempengaruhi konstruksi makna dalam konteks budaya dan konteks sosial yang berbeda?
Nama: Arum Handayani
NIM: 2222230067
Kelas: 2B
Izin bertanya pak, apakah ada suatu implikasi dari nominalisme yang tidak mampu melawan realisme terhadap konsep keberadaan universalitas? Lalu apakah ada suatu dampak yang menciptakan tantangan dari pemahaman konsep universalitas dalam kegiatan pemikiran serta komunikasi antar manusia lain yang bisa saja hal tersebut memengaruhi sudut pandang cara memahami dunia sekitar?
Terima kasih, pak.
Widiyah_2222230090_2C
Izin bertanya, Bapak. Bagaimana bisa Gorgias berpikir bahwa aktivitas bercakap-cakap hanya tukar-tukaran kata? Sedangkan dalam berkomunikasi tidak melibatkan pikiran, apakah aktivitas bercakap-cakap itu akan nyambung? Lalu bagaimana jika dalam percakapan itu sedang membahas sesuatu hal yang penting? Apakah bisa aktivitas bercakap-cakap tanpa melibatkan pikiran? Membahas perihal baper, apakah nominalisme bahasa ini bisa memengaruhi pikiran dan perasaan? Lalu hal tersebut termasuk ke dalam teori siapa?
Terima kasih, Bapak.
Hanin Mumtazah Putri Widyaningtyas_2222230083_2C.
Izin bertanya pak, Mengapa Gorgias menganggap bahwa aktivitas berbicara hanya bertukar-tukar kata belaka dan tidak melibatkan transfer pemikiran secara langsung? Lalu apakah ada kegiatan yang benar-benar melibatkan tukar pikiran?
Terima Kasih pak
Nama : Tiara Ashifa
NIM : 2222230071
Kelas : 2B
Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia
MK : Filsafat Linguistik
Izin bertanya, Pak. Bagaimana hubungan antara konsep universalitas bahasa dalam realisme Plato dengan gagasan tentang Ide dan Bentuk Murni, serta bagaimana hal itu berkaitan dengan pemahaman tentang dunia fisik dan nonfisik?
Nurfalida_2222230016_2B
Izin bertanya pak, dari keyakinan Gorgias bahwa antarmanusia yang bertukar-tukar kata itu saling memahami namun pemahaman tersebut selalu melintasi jarak/kesenjangan karena setiap pihak yang terlibat perlu menafsirkan bahasa berdasarkan pikirannya masing-masing. Pertanyaan saya, apa yang dimaksud dengan “jarak/kesenjangan” dalam esai Gorgias?
Saya sangat setuju dengan pendapat Gorgias yang mengatakan bahwa “kalau antar manusia yang bertukar-tukar kata itu saling memahami, namun pemahaman tersebut selalu melintasi jarak”. Sejujurnya saya sendiri pun merasakannya. Ketika saya sedang bertukar kata dengan teman, sering muncul ungkapan “imajinasi” seperti: andaikan, seandainya, kayanya. Sehingga saya merasa bahwa pikiran saya telah liar atau melintasi jarak. Apakah yang saya lakukan salah? Lalu, bagaimana cara mengendalikan pikiran sendiri dengan baik?
Dan kalau pun hal tersebut sudah terjadi, apa yang harus dilakukan? Menghentikan pemikiran itu, atau justru meneruskannya? karena menurut saya dengan meneruskannya akan membuat saya merasa bahagia walaupun hanya angan-angan semata.
Demikian yang dapat saya tangkap dari pendapat Gorgias. Jika ada kekeliruan, mohon dimaafkan, Pak.
Terima kasih.
Rahma Annisa_2222230098_2C
Saya sangat setuju dengan pendapat Gorgias yang mengatakan bahwa “kalau antar manusia yang bertukar-tukar kata itu saling memahami, namun pemahaman tersebut selalu melintasi jarak”. Sejujurnya saya sendiri pun merasakannya. Ketika saya sedang bertukar kata dengan teman, sering muncul ungkapan “imajinasi” seperti: andaikan, seandainya, kayanya. Sehingga saya merasa bahwa pikiran saya telah liar atau melintasi jarak. Apakah yang saya lakukan salah? Lalu, bagaimana cara mengendalikan pikiran sendiri dengan baik?
Dan kalau pun hal tersebut sudah terjadi, apa yang harus dilakukan? Menghentikan pemikiran itu, atau justru meneruskannya? karena menurut saya dengan meneruskannya akan membuat saya merasa bahagia walaupun hanya angan-angan semata.
Demikian yang dapat saya tangkap dari pendapat Gorgias. Jika ada kekeliruan, mohon dimaafkan, Pak.
Nama : Fitri Dwi Cahyani
NIM : 2222230048
Kelas : 2A
Dalam esai yang sudah Bapak jelaskan di atas, kita diperkenalkan pada pandangan Gorgias, yang menyatakan bahwa aktivitas berbicara manusia hanyalah sekadar bertukar-tukar kata-kata belaka tanpa adanya transfer pemikiran yang nyata. Gorgias meyakini bahwa pemahaman sepenuhnya subjektif dan dipengaruhi oleh penafsiran individu. Pandangannya ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang kebenaran dan kesalahan dalam interpretasi, serta keberadaan standar objektif untuk menilai kesesuaian interpretasi seseorang dengan makna sebenarnya dari suatu ucapan.
Beberapa pertanyaan saya yang timbul dari pandangan itu adalah: bagaimana pandangan Gorgias tentang aktivitas berbicara memengaruhi konsep kebenaran dan kesalahan dalam interpretasi, dan apakah hal ini berarti tidak ada standar objektif untuk menilai interpretasi seseorang? Selain itu, bagaimana konsep universalitas bahasa yang diperdebatkan antara Plato dan Gorgias berkaitan dengan masalah pemahaman dan kesalahpahaman dalam komunikasi sehari-hari? Dan bagaimana konsep ini memengaruhi konstruksi makna dalam konteks budaya dan konteks sosial yang berbeda?
Nama: Fahada Naina Hakim
Kelas : 2B
NIM : 2222230010
Izin bertanya, Pak. Jika kita tersinggung dengan suatu pujian, berarti ada miskonsepsi di otak kita ya pak? Dan bagaimana jika yang kita terima itu pujian yang bersifat sarkas? Atau memang tidak ada pujian yang ‘sarkas’, yang ada hanya ‘sarkas’ menurut otak kita saja?
Nama : Annisa Nur Baety
NIM : 2222230122
Kelas : 2B
Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata Kuliah : Filsafat Linguistik
Izin bertanya Pak, apakah konsep-konsep dalam bahasa tergantung pada budaya dan konteks sosial?
Terima kasih, Pak.
Nama: Adinda Samihah Salma
NIM: 2222230012
Kelas: 2B
Jurusan: Pendidikan Bahasa Indonesia
Izin bertanya bapak, lagi lagi perihal salah kaprah bahasa, seperti pernyataan bapak diatas bahwa dengan kata lain memang jangan pernah berharap ada universalitas bahasa, sehingga kamu jangan pernah berpikir “maksud” kamu dalam kata-kata kamu akan sama diterima oleh teman kamu. Yang saya ingin tanyakan adalah bagaimana bisa kita berbahasa tanpa memikirkan maksud kita berbahasa dan memikirkan diterima sama apa tidaknya oleh teman kita?
Terima kasih, Pak.
Izin menanggapi, Pak. Apakah maksud dari nominalisme adalah untuk mengatur pemikiran orang-orang agar tidak terlalu memikirkan suatu hal terutama dari pikiran orang lain karena setiap orang akan berbeda dalam memaknainya? Maka dalam nominalisme kita tidak harus mengharapkan keuniversalitasan bahasa? Bukankah begitu, Pak? Terima kasih.
Nama: Tia Permata Sari
NIM: 2222230011
Kelas: 2B
Mata kuliah: Filsafat Lingustik
Pertanyaan saya adalah Jika setiap penafsiran ditentukan oleh bakat serta intelek pengguna bahasa sehingga beberapa individu hanya melakukan pertukaran kata dan beberapa individu lainnya dapat berpikir secara universal, apakah pernyataan tersebut dapat mengklasifikasikan setiap individu termasuk kedalam nominalisme atau realisme?
jika memang demikian apakah dapat dikatakan bahwa keduanya tampak memiliki kedudukan yang sama yang membuat perseteruan antara nominalisme dan realisme terus berlanjut hingga saat ini?
Disisi lain, saat individu mampu melampaui jarak/kesenjangan yang ada sehingga terciptanya konsep-konsep universal (lebih dari sekadar nama) jika hal tersebut terjadi apakah dapat mengubah bentuk nominalisme itu hampir atau bahkan menjadi suatu realisme?
Terima Kasih.
Nama: Eka Septiawati
NIM: 2222230015
Kelas: 2B
Izin bertanya pak,
1. Apakah ada contoh kasus di mana nominalisme dan realisme dapat digunakan untuk menganalisis situasi.
2. Bagaimana nominalisme dan realisme dapat membantu kita menyelesaikan perselisihan yang disebabkan oleh bahasa?
Kaman Jaya Saputra-2222230094-2C
Dalam kasus baper ini apakah sebaiknya dalam mengungkapkan atau mengutarakan sesuatu harus dengan cara mendeskripsikan secara spesifik? agar tidak terjadi salah penafsiran.
Dalam pemaparan diatas juga Menurut Gorgias aktivitas bercakap-cakap itu, gak lebih dari aktivitas bertukar-tukar kata belaka, gak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya. Kita ini hanya tukar-tukaran kata, mengapa demikian? bukannya dalam bertukar kata juga kita menggunakan akal kita untuk berpikir dan menafsirkan suatu kata.
Kaman Jaya Saputra-2222230094-2C
Dalam kasus baper ini apakah sebaiknya dalam mengungkapkan atau mengutarakan sesuatu harus dengan cara mendeskripsikan secara spesifik? agar tidak terjadi salah penafsiran.
Dalam pemaparan diatas juga Menurut Gorgias aktivitas bercakap-cakap itu, gak lebih dari aktivitas bertukar-tukar kata saja, tidak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya, hanya tukar-tukaran kata, mengapa demikian? bukannya dalam bertukar kata juga kita menggunakan akal kita untuk berpikir dan menafsirkan suatu kata.
Nama: Amelia Firdaus
NIM: 2222230078
Kelas: 2B
Prodi: Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata kuliah: Filsafat Linguistik
Izin bertanya Pak, Mengapa realisme dan nominalisme itu menjadi sebuah pertarungan? dan apa yang membuat seseorang memiliki asumsi yang berbeda sehingga muncul paradigma yang berbeda juga?
Muarif Husyandi_2222230019_2C
Saya ingin bertanya Pak mengenai argumen Gorgias tentang nominalisme bahasa, di mana percakapan hanyalah pertukaran kata tanpa transfer pemikiran, Jika memang tidak ada transfer pemikiran yang benar-benar terjadi, apa yang mendasari kesamaan pemahaman yang kita alami dalam komunikasi? Misalnya, dalam dialog antara Plato dan Gorgias yang dijelaskan diatas, meskipun Gorgias tidak tersinggung dengan kata-kata “anjing lu”, bagaimana kita bisa yakin bahwa Plato dan Gorgias memiliki pemahaman yang sama tentang makna kata “anjing”? Apakah kesamaan pemahaman ini hanya ilusi yang diciptakan oleh bahasa?
Saffanah Dhiyaan_2222230088_2C
Izin bertanya pak, Bagaimana konsep universalitas dalam realisme Plato mempengaruhi cara kita memahami hubungan antara bahasa dan ide?lalu, apakah ada aspek yang perlu dipahami lebih dalam terkait konsep ini?
Nama : Ismi Aunia
NIM : 2222230072
Kelas : 2B
Mata Kuliah : Filsafat Linguistik
Pemikiran Gorgias yang menyoroti bahwa dalam percakapan, kita sebenarnya hanya bertukar kata-kata dan pemahaman selalu dipengaruhi oleh penafsiran individu, sehingga tidak ada transfer pemikiran langsung dari satu pikiran ke pikiran lainnya. Lantas cara apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi emosional yang berlebihan seperti “baper” dalam komunikasi sehari-hari?
Fera Oktapia_2222230104_2D
Menurut KBBI;
Bercakap-cakap adalah kegiatan berbicara atau berbincang-bincang dengan orang lain secara santai dan tidak formal. Diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.
Kata diskusi berasal dari bahasa Latin discutio atau discusum yang berarti bertukar pikiran.
Menurut Gorgias aktivitas bercakap-cakap itu tidak lebih dari sekedar aktivitas bertukar kata.
Pertanyaan saya
1. Apakah semua bentuk percakapan, baik yang santai maupun yang mendalam seperti diskusi, tidak lebih dari sekedar aktivitas bertukar kata? Apakah hasil dari sebuah diskusi juga merupakan pemikiran kita sendiri, bukan hasil dari pertukaran pikiran dengan orang lain? Jika ya, bukankah hal ini berbeda dengan pengertian dari diskusi itu sendiri?
2. Bagaimana sebenarnya Gorgias mendefinisikan bertukar pikiran itu?
Terimakasih.
Tiara Melya Pirgayani_2222230066_2B
Izin bertanya, Pak. Apabila nominalisme bahasa memengaruhi perspektif pertukaran bahasa dalam penggunaan bahasa, apakah ide-ide umum dalam pikiran kita membuat kekeliruan dalam penggunaan bahasa saat berbicara dengan lawan bicara itu menjadi contoh dalam penggunaan norminalisme bahasa?
Siti Muntapiroh_2222230087_2C
Izin bertanya terkait esai di atas, menurut bapak bagaimana nominalisme bahasa dapat memengaruhi cara kita menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dan apakah nominalisme bahasa berbeda dengan realisme bahasa?
Terima kasih pak.
Nama : Mufidatuz Zahro Aj-Jauharoh
NIM : 2222230014
Kelas : 2B
Seperti yang bapak tafsirkan pada akhir esai yakni jangan berpikir bahwa realisme tidak ada kelemahannya, lantas jika memang ada apakah hal tersebut memengaruhi realisme itu sendiri?
Nama : Haliza Kusuma Dewi
NIM : 2222230068
Kelas : 2B
Izin bertanya pak, Gorgias menyatakan Setiap penafsiran sangat ditentukan oleh bakat serta intelek masing-masing pengguna bahasa. Jika terjadi salah penafsiran dalam komunikasi berarti kurangnya bakat serta intelek pengguna bahasa atau memiliki faktor lain?
Nama:Keti Wahdania
Nim: 2222230086
Kelas : 2C
Berarti apakah kelemahan dari nominalisme sendiri itu tergantung dengan pemikiran yang mengarah positif atau negatifnya kita sendiri dalam menafsirkan kata? Lalu jika kita dalam keseharian hanya saling bertukar kata, apakah dalam kehidupan ini tidak ada yang namanya tukar pikiran bapak?
Terimakasih
Fitri Novia Rahma_2222230024_2C
Maaf izin bertanya Pak. Dalam universalisme realisme plato dimana ide menempati posisi universal diruang transenden, tetapi pemikiran dan bahasa yang membuat diri dan orang lain baper apakah masih bisa dinamakan realisme plato?
Uzma Amalia_2222230081_C
“aku berpikir karena itu aka ada”
merujuk pada pernyataan tersebut berarti keberadaan kita tergantung pada kemampuan berpikir kita sendiri? kalo memang hal itu benar secara tak langsung kita mengaitkan identitas kita dengan kemampuan berpikir kita, mengapa harus demikian??
Mohon maaf saya salah tik, maksud saya “aku berpikir karena itu aku ada”
Saeli Malini Utamy_2A_2222230039.
Izin bertanya Pak, Apa yang mempengaruhi seseorang merasa tersinggung oleh kata-kata yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyinggung lalu Bagaimana pendekatan nominalisme bahasa ini dapat membantu kita memahami fenomena “kasus baper” yang sering terjadi dalam komunikasi sehari-hari, yang di mana seseorang merasa tersinggung oleh kata-kata yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyinggung?
Nama : Rizkia Apriliani
NIM : 2222230061
Kelas : 2B
Izin bertanya pak, menurut Gorgias kan aktivitas bercakap-cakap itu gak lebih dari aktivitas bertukar-tukar kata belaka, nah lalu yang disebut tukar pikiran itu yang bagaimana?
Nama : Sintha Novela
Nim: 2222230034
Kelas : 2D
izin bertanya mengenai essai di atas apa saja kegunaan dan manfaat nominalisme bagi mahasiswa ?kenapa kita harus mempelajari tentang nominalisme ?
Nama: Amellia Salsabila
NIM: 2222230064
Kelas: 2 B
Saya hendak bertanya, Pak, apa perbedaan konsep realisme bahasa dengan nominalisme bahasa dalam konteks salinan ide atau konsep universal bagi entitas benda dan nonbenda? Dan Apa yang membuat kasus “baper” tersebut dapat memperkuat argumen Gorgias tentang nominalisme bahasa?
Terima kasih.
Elsa Agustina Manurung_2222230091_2C
Tentang argumen Gorgias mengenai aktivitas berbicara sebagai sekadar pertukaran kata-kata belaka tanpa transfer pemikiran, ini mencerminkan pandangan bahwa makna bahasa sangat subjektif dan dipengaruhi oleh penafsiran individu. Kalau begitu bagaimana bahasa dipahami dan diinterpretasikan?
Eka Dwi Sasmita Putri_2222230013_2B
Apakah Nominalisme mempunyai dampak yang signifikan terhadap pemahaman kita?
Rakha Nurfauzi Abdillah_2222230111_2D
Izin bertanya, Pak. Seperti yang kita tahu bahwa apel yang jatuh membuat Isaac Newton melakukan penelitian, kemudian menemukan hukum gravitasi. Terkait dua aliran bahasa, yakni realisme dan nominalisme, apa yang mendorong para penemu kedua aliran ini meneliti dan menemukan dua aliran bahasa tersebut?
Terima kasih.
Nama: Aqilatul Lathifah
NIM: 2222230076
Kelas: 2B
Jika Gorgias beranggapan aktivitas bercakap-cakap hanya bertukar kata-kata, tidak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya. Bagaimana ia bisa memahami saat berkomunikasi hanya dengan bertukar kata?Lalu apakah saat kita berdiskusi dalam pembelajaran hanya bertukar kata-kata saja? Dalam berdiskusi setiap hal yang dibicarakan pasti bertukar pikiran atau ide agar saling memahami?
Terima kasih, Pak.
Fauziyah Azizah_2222230021_2C
Menurut Gorgias aktivitas bercakap-cakap tidak lebih dari aktifitas bertukar-tukar kata belaka, gak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya. Lalu, bagaimana cara kita untuk menyampaikan emosi, perasaan dan pengalaman kita yang kompleks yang seringkali sulit digambarkan dengan kata-kata supaya lawan bicara kita mengerti yang kita maksud?
Terimakasih, Pak
Nabil Handika Putra_2222230054_2A
Menurut Goergias bahwa nominalisasi bahasa ialah aktivitas bertukar kata-kata dengan orang lain dan bukan merupakan konsep dari berbagi pikiran. Pertanyaan saya apakah normalisasi bahasa juga berlaku dari bahasa kita terhadap bahasa asing maupun sebaliknya?
Nama : Stefan Maulana Kurniawan
NIM : 2222230057
Kelas : 2B
Izin bertanya pak, setiap individu mempunyai kepribadian masing masing bagaimana cara menghadapi lawan bicara kita yang contohnya sering menggunakan bahasa kasar ke kita tetapi disaat kita dalam candaan menggunakan bahasa kasar lawan bicara kita tersinggung
Terimakasih
Aulia Fitri Anisa
2222230047
2A – Pendidikan Bahasa Indonesia
Filsafat Linguistik
Setelah saya membaca karya Bapak yang bertajuk ‘Kasus Baper: Nominalisme Bahasa’, saya sempat tersentil dibeberapa bagian terutama bagian pemikiran Gorgias. Ah, mungkin bukan cuman saya saja, tapi banyak dari teman-teman lain yang sama terkejutnya setelah mengetahui pemikiran Gorgias itu. Yang saya pikirkan, apa benar ya selama ini yang saya bicarakan dengan kawan-kawan bukan bertukar pikiran? Apa iya yang saya lakukan selama ini hanya bertukar-tukar kata saja dengan orang lain? Apa, bahasan-bahasan rumit yang pernah saya lakukan dengan mendalam bersama seseorang hanya bertukar kata semata? Mungkin, pemikiran saya belum sampai pada tahap Gorgias sehingga selama ini bisa dikatakan saya hanya bertukar kata ya. Jadi, saya ingin bertanya. Bagaimana jadinya kalau semua orang memiliki pemikiran yang sama dengan Gorgias? Tidak ada lagi orang yang tersinggung, tidak ada lagi orang yang marah akibat ‘bertukar kata’ yang dilakukannya bersama orang lain. Akan terwujud dunia yang seperti apakah bila kita semua insan mahkluk bernapas memiliki pemikiran yang sama dengan Gorgias? Apa akan tercipta kehidupan yang damai ketika kata-kata berisi ejekan tidak lagi dapat menyinggung orang lain? Terima kasih.
Nama:Keti Wahdania
Nim: 2222230086
Kelas : 2C
Berarti apakah kelemahan dari nominalisme sendiri itu tergantung dengan pemikiran yang mengarah positif atau negatifnya kita sendiri dalam menafsirkan kata? Lalu jika kita dalam keseharian hanya saling bertukar kata, apakah dalam kehidupan ini tidak ada yang namanya tukar pikiran bapak?
Terimakasih
Nama : Dwi Putri Ardini
NIM : 2222230009
Kelas : 2A
saya tertarik dengan esai ini mengenai nominalisme bahasa dan mengaitkannya dengan fenomena kontemporer yang dikenal sebagai “baperan” atau terlalu sensitif terhadap kata-kata tertentu. Pendekatan naratifnya menggunakan dialog antara Plato dan Gorgias untuk memperjelas perbedaan antara pandangan realisme dan nominalisme tentang bahasa.
Izin bertanya, pak.
Apakah ada pertentangan antara konsep nominalisme bahasa yang dijelaskan dalam esai dan pandangan lain tentang sifat bahasa, seperti realisme Plato? Bagaimana kita dapat menyelesaikan pertentangan tersebut atau menemukan titik tengah antara berbagai pandangan?
Nama : Esther Caroline Sianipar
NIM : 2222230077
Kelas : 2B
Izin bertanya, bagaimana filosofi atau teori yang mengatakan bahwa pikiran eksis secara individual, tanpa terjadi pertukaran pikiran secara resiprokal antar individu, dapat memberikan wawasan tentang sifat esensial pikiran manusia?
Siti Nurbaiti_2222230120_2A
Izin bertanya pak, di zaman sekarang banyak orang yang memakai media sosial, entah itu Instagram atau lainnya dan dikarenakan kita tidak tahu nada bicara lawan bicara kita dan sebaliknya, bisa saja lawan bicara kita tersinggung dengan kata kata yang kita kirimkan, kadang lawan bicara kita bercanda dan kita menganggap serius begitu pun sebaliknya, bagaimana ya pak cara agar tidak mudah “baper” dengan ketikan yang tidak sengaja terlontar dari lawan bicara kita?
Husna Rifdah
2222230070
2B
Pertanyaan: Setelah saya membaca essai di atas, bahwa bertukar kata-kata dan bertukar pikiran itu berbeda. Lantas, apakah perbedaannya?
Nama: Fadhilah Nur Salsabila
Kelas: 2A
NIM: 2222230123
izin bertanya pak, bagaimana hubungan antara nominalisme bahasa dengan konsep pemikiran dan komunikasi manusia? apakah ada contoh konkret dalam kehidupan sehari hari yang dapat menjelaskan konsep nominalisme bahasa? terimkasih pak
Nama: Siti Maulida
NIM: 2222230055
Kelas: 2A
Dari penjelasan di atas saya menemukan beberapa hal menarik satu diantaranya, yaitu “Orang baperan dapat menjadi baper oleh kata-kata yang tidak untuk membaperkannya. Boleh jadi kamu memuji si Baper, tapi dasar dia orangnya baperan, pujian pun melukai perasaannya.”
Dari kutipan ini, saya memahami bahwa penulis menyoroti fenomena orang yang mudah tersinggung (baper) oleh kata-kata yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyinggung. Ini terkait dengan konsep nominalisme bahasa yang menyatakan bahwa pemahaman bahasa sangat bergantung pada interpretasi individu, bukan adanya transfer pemikiran langsung antarindividu.
Pemahaman saya adalah bahwa dalam pandangan nominalisme, setiap individu menafsirkan kata-kata berdasarkan pikirannya sendiri, terlepas dari maksud asli pembicara. Sehingga, bagi orang yang mudah tersinggung, bahkan pujian pun dapat ditafsirkan secara negatif dan menyinggung perasaan.
Dari statement di atas saya memiliki beberapa pertanyaan diantaranya, jika kita menerima pandangan nominalisme bahwa pemahaman bahasa sangat subjektif dan tergantung interpretasi individu, bagaimana kita dapat mencapai komunikasi yang efektif dan saling pengertian dalam interaksi sehari-hari? Bukankah ini dapat menimbulkan kesalahpahaman terus-menerus? Apakah ada cara untuk meminimalisir kesalahpahaman dalam pandangan nominalisme bahasa?
Cahya Putri Andini_2222230109_2D
Izin bertanya pak bagaimana pandangan bapak tentang nominalisme bahasa pada kasus baper? apakah bahasa yang ucapkan Plato terdapat ketidakadilan universal bahasa? dan bagaimana cara memenangkan pertarungan melawan realisme? terima kasih pak
Nama: Tri Fitriani
NIM: 2222230121
Kelas: 2A
MK: Filsafat Linguistik
Izin bertanya pak, jika pada nominalisme dapat terjadi salah penafsiran suatu kata. Maka apakah realisme bahasa juga memiliki kemungkinan salah penafsiran? Mengingat bahwa realisme bahasa merupakan salinan-salinan suatu ide.
Munjiah_2222230028_2D
Izin bertanya pak, apa sebenarnya manfaat atau timbal balik nominalisme dan realisme ini terhadap kehidupan seseorang? Dan seperti apakah implementasi nya?
Rafa Althaaf Sobari_2222230073_2C
Izin bertanya pak mungkin tidak sih peran emosi dan mempengaruhi pemahaman kemampuan orang menafsirkan kata-kata kita, maka dari itu orang tersebut menjadi baper
Ananda Putri Prameswari_2222230030_2D
Izin bertanya, mengapa Gorgias tetap kekeh dalam mempertahankan argumen nominalisme? Apakah dalam nominalisme ada sesuatu yang istimewa?
Dalam esai di atas dikatakan bahwa percakapan kita sehari-hari tidak lebih dari aktivitas bertukar kata dan tidak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya. Apakah proses pembelajaran juga termasuk ke dalam aktivitas bertukar kata saja? Jika iya, mengapa proses pembelajaran hanya sekedar aktivitas bertukar kata saja, dan apakah proses pembelajaran tidak bisa menjadi proses berbagi pemikiran dari pikiran satu dengan pemikiran yang lain?
Herawati_2222230113_2D
1. Apabila kegiatan bercakap-cakap hanya bertukar kata-kata saja lalu mengapa selama ini kita diberi pengertian bahwa kegiatan bercakap-cakap itu adalah salah satu cara berbagi pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya?
2. Jika kegiatan bercakap-cakap itu tidak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke yang lainnya, lalu bagaimana cara kita agar orang lain dapat memiliki perspektif yang sama dengan kita?
Terima kasih Pak.
Vita Riyani_2222230117_2D
Izin bertanya Pak, bagaimana cara menjelaskan perbedaan antara Ide/Bentuk Murni yang universal dan salinan-salinan dari Ide yang tidak universal? Dan apakah ada kelemahan atau kelebihan yang disebutkan dalam teks untuk kedua pandangan, yaitu nominalisme dan realisme?
Terima kasih.
Syifa Suci Ramadhina_2222230136_2D Nominalisme bahasa menyatakan bahwa tidak ada universal yang mendasari bahasa. Namun, terdapat banyak universalitas dalam bahasa, seperti struktur kalimat, kategori gramatikal, dan makna dasar. Bagaimana nominalisme bahasa menjelaskan universalitas ini? Dan Bagaimana nominalisme bahasa menjelaskan hubungan antara bahasa dan realitas?
Nama: Alifah Zahra Shafira
NIM: 2222230129
Kelas: 2A
MK: Filsafat Linguistik
Izin bertanya mengenai pembahasan di atas Pak, seperti menurut gorgias bilang bahwasanya aktivitas berbicara atau bercakap-cakap adalah bentuk berbagi pemikiran atau hanya sekadar bertukar-tukar kata?
Yansen Yehuda Tarigan_2222230065_2D
Izin bertanya pak, Bagaimana setiap orang dapat meminimalisir kasus baper? Sementara dalam kehidupan sehari-hari kita selalu bertukar kata dengan orang lain dan memang kita adalah mahluk sosial yang selalu berfikir terhadap diri kita
Salsabila Azahra _2222230082_2C
Izin bertanya pak, dari penjelasan di atas menurut Gorgias sendiri mengatakan bahwa tidak ada transfer pemikiran dari pikiran satu ke pikiran lainnya, lalu bagaimana proses transfer pemikiran yang sebenarnya, apakah kita memang tidak bisa untuk melakukan proses transfer pemikiran kepada orang lain, begitupun sebaliknya? Dan bagaimana pendekatan Gorgias terhadap transfer pemikiran antar manusia?
Terima kasih
Nazwa Archika Chynta_2222230079_2C
Mengapa Nominalisme belum dapat melawan realisme? Dan apa saja kelebihan serta kekurangan dari Nominalisme dan realisme?
Nama: Aulia Nur Afifah
NIM: 2222230074
Kelas: 2B
Jika nominalisme dan realisme memliki keunggulannya masing-masing, apa perbedaan interpretasi konsep baper dari sundut pandang nominalisme dengan sudut pandang realisme
Nama: Aulia Nur Afifah
NIM: 2222230074
Kelas: 2B
jika nominalisme belum dapat memenangkan pertarungan melawan realisme, dan sebaliknya, dan nominalisme dan realisme memliki keunggulannya masing-masing, apa perbedaan interpretasi konsep baper dari sundut pandang nominalisme dengan sudut pandang realisme
Vidya Maharani Anannidra
2222230126
2B
Pak izin bertanya, jika nominalisme bahasa seperti yang dikatakan oleh Gorgias hanya sebagai aktivitas bertukar-tukar kata belaka saja, lantas bagaimana jika hal tersebut masuk ke dalam ranah politik? Apakah Gorgias menganggap politik sebagai sesuatu hal yang manipulatif dan menipu karena tidak adanya transfer pemikiran dari pikiran orang ke pikiran orang lainnya. Dan apakah filosofi Gorgias mempengaruhi pemikiran-pemikiran politikus sehingga terjadinya perdebatan?
Terima kasih.
Sulisthya Dewi_2222230049_2A
Izin bertanya, pak. Seperti yang tertulis disana, disebutkan bahwa sampai sejauh ini nominalisme belum dapat memenangkan pertarungan melawan realisme, mengapa demikian?
Dan bagaimana cara orang memandang dan menilai sebuah percakapan?
Nama: Wahyuana Endah Setianingrum
NIM: 2222230125
Kelas: 2B
Izin bertanya Pak, apa yang membuat realisme belum bisa terkalahkan oleh nominalisme?
Muhamad Ferdy Setiawan_2222230056_2B
Izin bertanya pak, dengan mudahnya muncul rasa baper atau tersinggung di era saat ini, apakah ada implikasi dari pandangan nominalisme bahasa terhadap pembentukan konsep dan identitas dalam masyarakat?
Nama: Nabila Dea Nurcahyani
NIM: 2222230005
Kelas: 2 A
Mata Kuliah: Filsafat Linguistik
Izin bertanya, Pak Apa ada yang salah dengan bahasa baper ini? Bagaimana caranya seseorang menghadapi sifat ini di dirinya atau bisakah sifat ini dihentikan? Bagaimana caranya?
Alya Defina Nabila_2222230108_2D
Izin bertanya, Pak. Adakah pemikiran lain dari Gorgias tentang nominalisme ini? Sehingga beliau berpikir bahwa segala objek serta sifat-sifat yang menyertainya gak lebih dari nama-nama dan bercakap-cakap hanya sekedar bertukar kata-kata.
Decinta Nesa Karisma_2222230004_2A
Izin bertanya pak, apakah penganut nominalisme percaya adanya tuhan pak?
Kalau saya amati, mereka kan menganggap ruang transenden itu omong kosong belaka, mereka juga tidak percaya konsep realitas pak
Arinda Gracella_2222230101_2D
Apa peran penafsiran individu dalam konsepsi Gorgias tentang pemahaman bahasa, Pak?