Mengenal “Sesat Pikir” De Sophisticis Elenchis Yang Kerap Digunakan Dalam Retorika Politik

2024 disebut “Tahun Politik”. Pasalnya, ini tahun penting bagi keberlanjutan masa depan dan nasib bangsa Indonesia.

Sekaligus momentum penting. Ajang pemilihan para lagistator dan Presiden serta Wakil presiden RI.

baca Jika Rakyat Berkuasa

Meski masih menghitung bulan, suasana “panas” mulai terasa. Saling tebar pesona, juga janji politik, menyebar ke segenap penjuru tanahair. Tumpah ruah spanduk dan baliho, dengan kalimat seakan-akan bijak namun sarat siasat, pun bertebaran menghiasai sudut-sudut muka bumi.

Untuk menggaet sekalius “mengelabui” calon pemilih. Maka banyak muncul retorika politik. Argumen yang sekilas terkesan masuk akal, namun sebenarnya salah dari sisi isi (kebenaran). Untuk mengetahui jenis-jenis kesesatan pikir, dalam bangun retorika politik (dan iklan-iklan politik), narasi ini dituliskan.

Bukan hanya kini di TV, atau kesempatan apa pun. Sesat-pikir kerap digunakan pecundang dan para politikus tertentu untuk menggiring. Terutama agar opini dan kepentingannya dibenarkan.

Telah digunakan bahkan zaman Aristoteles yang kemudian dibuktikan bahwa sesat-pikir dapat diawali dari argumen yang seakan-akan lurus, tapi tidak benar. Atau tiba-tiba mengalihkan topik utama ke topik lain, untuk dengan sengaja menyesatkan.

baca Anggota Dewan Punya Catatan Harian

Aristoteles wajib diterimakasihi. Dialah yang membongkar kesalahan utama. Bahwa antara sebab-akibat wajib berkorelasi, selain isinya benar.

Satu di antara mahakarya Aristoteles selain ORGANON adalah kritik atas apa yang disebut Sanggahan Sophistis (Latin: De Sophisticis Elenchis) memberikan perlakuan yang keliru secara logis, dan memberikan tautan kunci ke karya Aristoteles tentang retorika.

Inilah sesat-pikir yang kerap digunakan dalam retorika, utamanya wacana politik.

1. Argumentum ad populum (mengatasnamakan rakyat). Misal: rakyat menjerit, rakyat setuju, rakyat menolak, dll; padahal kehendak dirinyalah!

2. Argumentum ad baculum (mengancam). Misal: Jika tidak x maka y. Jika bukan X yang berkuasa, maka ekonomi makin terpuruk.

3. Argumentum ad hominem (menyerang pribadi). Misal: mana bisa kerja keras dan cerdas, orang kurus begitu? Padahal “bekerja” bisa lewat orang lain.

4. Argumentum ad auctoritatem (mengatasnamakan otoritas). Misal: Raja sudah setuju, agamawan sepakat, profesor berkata… Padahal, BENAR bukan karena dikatakan seseorang otoritas, melainkan karena BENAR maka ia mengatakannya.

5. Argumentum ad misericordiam (memelas, seakan-akan korban, playing victim). Misal: karena dia korban maka mari kita membelanya habis-habiosan dan pelakunya wajib dihukum.

baca Who is Damaging the Forests of Kalimantan?

Masih ada banyak lagi sesat-pikir, misal: pro causa noncausa (bukan alasan dijadikan alasan). Ini kerap terjadi, simaklah narasumber yang kerap mengalihkan topik!

Sumber ilustrasi: Cicero. https://www.artofmanliness.com/character/knowledge-of-men/history-of-rhetoric/

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply