Merdeka Belajar yang Salah Dimengerti (1)

Dalam konteks pendidikan tinggi, konsep “merdeka belajar” di negara +62 telah menjadi pendorong utama transformasi pendidikan.

Paradigma pembelajaran andragogi  ini bukan hanya memandang mahasiswa sebagai penerima pengetahuan pasif, melainkan sebagai agen aktif dalam proses pembelajaran. Pergeseran ini diakui sebagai respons terhadap dinamika zaman, terutama dipercepat oleh dampak pandemi Covid-19.

Baca Google Scholar di Perguruan Tinggi: Manfaat dan Fungsinya

“Merdeka belajar” mengakui peran teknologi digital sebagai sarana utama dalam mendukung pembelajaran. Dengan semakin meratanya akses internet, mahasiswa memiliki fleksibilitas untuk mengakses berbagai sumber belajar dari berbagai lokasi.

Pemanfaatan platform daring

Pemanfaatan platform daring, webinar, dan sumber daya digital menjadi norma dalam memberikan aksesibilitas pendidikan yang lebih luas.

Pembelajaran hibrida, yang menggabungkan antara pembelajaran daring dan tatap muka, menjadi solusi untuk menjawab keberagaman preferensi dan situasi mahasiswa. Dosen dan institusi pendidikan di negara +63 aktif mengembangkan metode pembelajaran yang lebih inovatif dan interaktif, seperti pembelajaran berbasis proyek dan kolaboratif.

Kemitraan antara perguruan tinggi dan industri juga menjadi fokus, dengan tujuan menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja. Ini mencakup pemberian peluang magang, kerjasama dalam proyek penelitian, dan integrasi kebutuhan industri ke dalam proses pembelajaran.

Kebebasan belajar yang diakui dalam paradigma ini juga membawa tanggung jawab yang lebih besar bagi mahasiswa. Mereka tidak hanya diberi kebebasan memilih mata kuliah, tetapi juga diajak untuk aktif dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengembangan karir mereka.

Baca Artificial Intelligence (AI): The Extension of Man

Selain itu, paradigma “merdeka belajar” memperkuat aspek pengembangan soft skills. Selain penguasaan materi akademis, mahasiswa didorong untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan beradaptasi, dan keterampilan interpersonal.

Evaluasi dalam paradigma

Evaluasi dalam paradigma ini bukan hanya sebatas ujian tertulis, melainkan juga melibatkan penilaian holistik melalui proyek, presentasi, dan partisipasi dalam diskusi. Ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemajuan dan potensi mahasiswa.

Dengan demikian, “merdeka belajar” di negara +62 menciptakan suatu ekosistem pendidikan yang lebih dinamis, responsif, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Paradigma ini bukan hanya mengubah cara belajar, tetapi juga membentuk mahasiswa sebagai individu yang siap menghadapi tantangan di dunia nyata.

Menekankan pada kebebasan dan fleksibilitas dalam menentukan cara dan tempat belajar

Dalam konteks “merdeka belajar,” konsep tersebut tidak mengartikan bahwa mahasiswa bebas belajar tanpa struktur atau tujuan yang jelas.

Baca Artificial Intelligence (AI) Kepanjangan, Bukan Menggantikan Manusia

Sebaliknya, merdeka belajar menekankan pada kebebasan dan fleksibilitas dalam menentukan cara dan tempat belajar yang sesuai dengan kebutuhan individu, asalkan tetap terstruktur dan sistematis sesuai dengan tujuan pembelajaran suatu mata kuliah.

Beberapa poin dapat dijelaskan dalam konteks ini adalah:

  1. Kemandirian dalam Pengelolaan Waktu: Merdeka belajar memberikan mahasiswa kewenangan untuk mengelola waktu belajar mereka sendiri. Ini tidak berarti belajar sesuka hati tanpa batasan, melainkan memberikan kebebasan untuk merencanakan waktu pembelajaran yang lebih sesuai dengan gaya dan ritme belajar masing-masing.
  2. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran: Mahasiswa dapat memilih metode pembelajaran yang paling cocok untuk mereka. Hal ini dapat mencakup penggunaan berbagai sumber belajar seperti buku, video, platform daring, atau bahkan partisipasi dalam diskusi kelompok. Tujuannya adalah agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan menarik.
  3. Belajar di Berbagai Lokasi: Merdeka belajar tidak membatasi tempat pembelajaran hanya di ruang kuliah. Mahasiswa dapat belajar di berbagai lokasi, seperti perpustakaan, kafe, rumah, atau tempat-tempat lain yang sesuai dengan fokus belajar mereka. Penggunaan teknologi memungkinkan akses ke sumber belajar dari mana saja.
  4. Keterkaitan dengan Materi dan Tujuan Pembelajaran: Walaupun mahasiswa memiliki kebebasan untuk menentukan cara belajar dan lokasi belajar, penting untuk menekankan bahwa hal tersebut harus tetap keterkaitan dengan materi dan tujuan pembelajaran suatu mata kuliah. Pembelajaran yang terstruktur dan sesuai dengan kurikulum membantu mencapai kompetensi yang diinginkan.
  5. Pembelajaran Berbasis Hasil: Merdeka belajar dapat diterapkan dengan prinsip pembelajaran berbasis hasil. Mahasiswa dapat mengukur kemajuan mereka sendiri, mengevaluasi pencapaian kompetensi, dan membuat penyesuaian dalam proses belajar mereka sesuai kebutuhan.
  6. Dukungan dan Pembimbingan Dosen: Meskipun mahasiswa memiliki kemandirian, peran dosen tetap penting sebagai pembimbing. Dosen dapat memberikan arahan, umpan balik, dan dukungan untuk membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih efektif.

Dengan demikian, “merdeka belajar” dalam konteks ini lebih mengacu pada memberikan kewenangan kepada mahasiswa untuk mengelola pembelajaran mereka sendiri. Dengan catatan: tetap terikat pada kerangka yang terstruktur dan tujuan pembelajaran yang jelas. Konsep ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih dinamis, adaptif, dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply