Naskah yang ditampik Penerbit bukan berarti jelek dan tak laku. Buku-buku berikut ini membuktikannya.
Tidak setiap penulis dan pengarang beruntung.Yang sekali kirim, langsung naskahnya diterima penerbit.
Barangkali saya masuk bilangan “yang beruntung”. Sekali kirim artikel ke Kompas, langsung dimuat (11 Maret 1984). Padahal, ketika itu, baru lulus SMA.
Saya menduga, bukan karena saya hebat. Melainkan karena topiknya sedang hangat –aktual bahasa medianya. Lagipula, tidak ada orang lain, termasuk pakar, yang mengulasnya. Jadilah tulisan saya “buruk-buruk papan jati”.
Pada umumnya, penulis pemula jarang beruntung, seperti saya. Kebanyakan naskahnya ditampik. Maka patah arang. Lalu buru-buru menyimpulkan, “Saya tak bakat menulis!” Padahal, menulis bukat bakat (talent), melainkan keterampilan (skill). Belum tahu dia. Bahwa banyak penulis-pengarang yang naskahnya ditolak, tapi kemudian best seller.
Jika patah arang lantaran naskah ditolak, tak akan pernah ada Harry Potter. J.K. Rowling. Sang penulis ini termasuk salah seorang terkaya di Britania Raya. Jika putus asa, tak pernah ia kaya dengan mengarang. Sebab pertama mengirim naskahnya ke sebuah penerbit besar, penerbit berpikir untung rugi. “Siapa sih lu?”. Naskah pun ditampik. Tapi, ia tak berputus asa. Ibu muda ini berkanjang di lajur yang dianggap benar.
Pada 1995, penulis yang mengambil inspirasi dari kematian sang ibu ini menyelesaikan Harry Potter and the Philosopher’s Stone. Ia menulis dengan mesin tik manual. Editor dan agen berjanji mempertemukan, sekaligus menawarkan naskah ke penerbit. Naskah setebal 200 halaman ditawarkan ke 12 penerbit. Dan semuanya ditolak.
Pengalaman ditolak, membuat wanita kelahiran 31 Juli 1965 ini bangkit berusaha. Ia perbaiki naskahnya. Sampai suatu masa, ada penerbit memintanya. Harper Collins yang tidak gesit kemudian gigit jari. Warner Bros seperti menemukan tambang mas. Dan, semua kita mafhum, Harry Potter pun jadi fenomena abad 21. Tak setiap 10 tahun ada naskah mendunia seperti ini yang sebelum terbit, sudah inden sampai ratusan, bahkan jutaan eksemplar.
Ketika naskah Anda ditampik, jangan kecewa. Segera bangkit dari keterpurukan. Cari penerbit lain. Atau terbitkan sendiri.
Di negeri kita, copy rights jatuh ke tangan Gramedia Pustaka Utama. Penerjemahnya editor senior berpengalaman, Listiana Srisanti. Tak pelak, Harry Potter menjadi fenomena di abadnya. Seperti diakui pihak penerbit, yang inden sebelum terbit, ratusan ribu orang.
Peluncurannya pun unik. Boleh disebut sebagai anti-marketing sebab diadakan tengah malam. Saat biasanya orang tidur lelap. Tapi Jakarta, ketika buku ini pertama dirilis, 2008, tetap berjaga. Di luar gedung Palmerah, ribuan orang antre. Hanya untuk mendapat Harry Potter. Buku ini terdiri atas 7 seri. Kemudian difilmkan oleh Warner Bros.
Kita kemudian sama tahu, buku yang semula ditawari ke mana-mana, dan ditampik ini, menjadi best seller. Tidak setiap seperempat abad ada buku yang terjual lebih 400 juta eksemplar. Bukan saja di Indonesia, melainkan juga Asia, dan dunia. Di mana-mana, orang membicarakannya.
Maka ketika naskah Anda ditampik, jangan kecewa. Segera bangkit dari keterpurukan. Cari penerbit lain. Atau terbitkan sendiri.
Dalam sejarah perbukuan dunia, ada cukup banyak peristiwa serupa. Naskah ditolak, kemudian best seller. Tidak berarti, naskah ditolak jelek. Bisa jadi, ditolak terkait soal teknis, misalnya tidak sesuai visi misi. Atau beda selera, atau hal lain, yang bisa jadi sangat subjektif.
Naskah yang semula ditampik, dan kemudian best seller, toh bukan cuma Harry Potter. Margaret Mitchell (Gone With the Wind), Daphne du Maurier (Rebecca), Joseph Heller (Catch-22), Stephen King (novel yang pertama), J.K. Rowling (Harry Potter), dan seterusnya, dan seterusnya, pernah naskahnya ditolak. Itu sekadar menunjuk novel bestseller yang semula naskahnya pernah ditolak penerbit.
Namun, mereka –seperti juga saya dan Anda—tidak berkecil hati. Berkanjang saja. Suatu ketika, ketika Anda dikenal, penerbit yang pernah menolak naskah Anda niscaya akan “bertobat” dan mengejar-ngejar naskah Anda. Saat itulah Anda boleh “balas dendam”. Dengan berlaku jual mahal, atau bahkan memberi naskah kepada penerbit lain yang menjadi seteru bisnisnya.
Maka ketika naskah Anda ditampik, jangan kecewa. Segera bangkit dari keterpurukan. Cari penerbit lain. Atau terbitkan sendiri.
Ketika sudah booming, dan nama Anda berkibar, Baru tahu mereka! Ingatlah bahwa hampir tiap penulis pernah ditolak.