Nyanyi Sunyi Pram, Nyanyi Sunyi Sebuah Bangsa

Hingga hari ini. Belum paham saya alasannya. Meski hanya bisa menduga-duga. Mengapa novel-sejarah senior ini dilarang oleh penguasa Orde Baru?

Mungkin saja seperti pepatah petitih ini: buruk muka, cermin dibelah!

Atau karena fiksi ini bekisah tentang exile Pramoedya di Pulau Buru? Jika dibaca dan dipahami betul, ini sebuah meta-teks. Di baliknya adalah apa yang disebut “sensus plenior”. Ia semacam “vorurteil”, penunjuk arah kepada….

Dokumen sosial tentang pengalaman pengarang. Sekaligus bagian dari pengalaman kelam bangsa. Adalah catatan Pram semasa hidup dan bekelindan dalam tahanan di Pulau Buru selama satu dasawarsa 1969-1979. Yang sekaligus juga pengalaman pembungkaman bangsa.

Tak syak. Nyanyi Sunyi Seorang Bisu Pram, nyanyi sunyi bangsa kita. Suara tak-terucap, yang ditulisnya sebagai novel. Tak mungkin tak ada kaitan dengan realitas sosial. Novel kontekstual. Makanya diberangus Orde Baru. Itulah, kata cerdik cendikia, novel yang baik yang punya kaki realitas sosial suatu masyarakat.

sumber gambar: Ist.

Dalam sebuah artikel lain tentang pelarangan buku-buku semasa Orba Berkuasa. Saya menulis senarai dan ulasan panjang lebar buku-buku yang dilarang selama Orba berkuasa, terutama jelang tumbangnya pohon raksasa itu.

Ternyata. Oh… ternyata. Banyak di antara buku yang dilarang semasa era Orba adalah karya Pram.

Anehnya pula. Semakin buku dilarang, kian banyak orang mencari. Dan ingin memilikinya.

Dalam sejarah. Banyak buku laku, sebagai komoditas. Justru ketika sang pengarang telah tiada.

Buku. Demikianlah kisah panjangnya. Senantiasa menemui takdirnya sendiri-sendiri. 

Kini tatkala sang pengarang lama tiada. Buku karyanya menjadi semakin berharga karena selain langka, juga tak ada duanya. Konon kabarnya, sebuah Rumah Produksi yang mengekranisasikan (mengubah novel/ kisahan ke dalam sinetron atau film) telah memborong novel-novel Pram.

Nilai borongannya pun di luar nalar. Bukan ribuan atau jutaan. Ujungnya adalah: miliar. 

Beruntunglah orang yang menjadi ahliwaris Pram. Entah cucu. Atau anaknya.  Mungkin pula suatu yayasan atau lembaga yang semasa hidup telah dibuatkan surat wasiat oleh sang penulis.

Memanglah. Dalam sejarah. Banyak buku laku, sebagai komoditas. Justru ketika sang pengarang telah tiada.

Banyak yang begitu. Namun, tidak berarti semua.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 737

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply