Yusril Izha Mahendra, kuasa hukum dari pihak 02 dalam sidang Sengketa Hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi, sering menyebut kata “Posita” yang ia juga maknai sebagai “dalil”.
Dalam hal ini, “Posita” masih merujuk pada fakta-fakta atau keterangan yang diajukan dalam persidangan, seperti dalam pengertian harfiahnya. Namun, penggunaannya kemungkinan juga mencakup argumentasi atau bukti-bukti yang digunakan untuk mendukung klaim atau argumen dari pihak yang diwakilinya.
Baca Petitum
Dengan menggunakan istilah “Posita” sebagai sinonim untuk “dalil”, Yusril Izha Mahendra mungkin ingin menekankan pentingnya bukti atau argumen yang diajukan untuk mendukung posisi atau klaim yang dipegang oleh kliennya dalam sengketa pemilu tersebut. Ini menunjukkan bahwa pihaknya berpegang pada keteraturan hukum dan berusaha untuk menyajikan argumen yang kuat dan relevan di hadapan Mahkamah Konstitusi.
Dalam konteks hukum dan pengadilan, frasa Latin “Posita” memiliki arti harfiah “fakta-fakta yang diajukan” atau “fakta-fakta yang disajikan”. Istilah ini mengacu pada keterangan atau bukti-bukti yang telah diajukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah kasus hukum.
Penerapannya dalam kalimat dapat diberikan sebagai contoh berikut:
“Hakim mempertimbangkan semua posita yang telah diajukan oleh kedua belah pihak sebelum membuat keputusan.”
Dalam kalimat tersebut, “posita” digunakan untuk merujuk kepada semua fakta atau keterangan yang telah disajikan atau diajukan oleh kedua belah pihak dalam persidangan. Hal ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan semua bukti dan keterangan yang relevan sebelum hakim membuat keputusan. *)