Puisi| Tidak Membuat Kaya, Tapi Menjadikan Tulisan Kaya

Jauh panggang dari api. Tidak bermaksud mengajari burung terbang. Bagi yang telah mahir menggubah puisi, SKIP aja! Bagi yang belum, bisa terus membaca.

Secara etimologis, puisi berasal dari kata Yunani poeima. Makna harfiahnya adalah: membuat. Sedangkan Poeisis adalah pembuatan yang dalam bahasa Inggris menjadi poem atau poetry.

Kita mengetahui, ada 51 jenis puisi. Ketika belajar puisi dulu, di SMP, saya kerap memuat akronim kata atau makna dari atas ke bawah. Bisa nama seseorang. Bisa sesuatu, yang mewakili isi hati. Kemudian, saya baru mafhum. Bahwa puisi yang demikian itu disebut: akrostik.

Puisi lahir dari spontanitas. Dari kekaguman. Atau keheranan sang penyair akan objek yang menyentuhnya. Lalu ia memindahkan getaran hati itu ke dalam bahasa: puisi.

Hakiat puisi memang membuat atau mencipta. Sebab dengan dan melalui puisi seseorang mencipta dunia sendiri. Yakni suatu dunia yang berisi gambaran mengenai suasana tertentu, kesan tertentu, bahkan pesan tertentu baik bersifat lahiriah maupun batiniah.

Karena bentuknya yang sederhana, singkat, dan acapkali bernas; puisi telah tumbuh menjadi bukan hanya dunia kreasi si pencipta, melainkan juga dapat dinikmati dan diapresiasi orang lain.

Puisi salah satu cabang sastra yang menggunakan kata sebagai media penyampai gagasan untuk mengungkapkan ilusi dan imaginasi. Sama seperti lukisan di mana pelukis menuangkan ide dan gagasannya melalui kanvas dalam bentuk guratan garis dan warna.

Demikianlah, serangkai puisi pada gilirannya membawa pembaca berangan-angan. Dibuai oleh keindahan susunan unsur bunyi yang tertata apik, pilihan kata indah, pesan yang bijak bestari, kandungan gagasan luar biasa, pancaran suasana jiwa yang kaya si penciptamaka puisi sanggup menggelorakan semangat menyala bagi siapa saja.

Tidak ada puisi yang salah. Puisi yang bagus atau jelek. Yang ada: puisi yang pas dan sesuai dengan suasana hati dan jiwa Pembaca.

Puisi adalah karya personal. Kerap mencerminkan kepribadian seseorang. Namun, puisi juga berdimensi universal. Krena itu, menjadi konsumsi umum. Berbeda dengan prosa, tiap orang dapat memberi makna sendiri pada puisi.

Sejak SMA, saya telah suka puisi. Hingga kuliah pun, aku tetap berpuisi-ria. Nyaris saban minggu, puisiku dimuat di rubrik “Seni Budaya” koran lokal Jawa Timur.

Saya masuk aliran apa? Romantis-naturalis. Yang memungut simbol-simbol alam. Ditata, sedemikian rupa, menjadi kuntum puisi.

Dengan menjejer-jejerkan benda-benda di alam dunia ini, tidak perlu dimaknai, kata-kata itu sudah puitis dengan sendirinya. Dan bermakna.

Awal mula saya terjun-bebas ke dunia literasi, adalah menggubah puisi. Ketika SMA, puisi-puisi ciptaanku, banyak menghiasi majalah dinding.

Pun demikian ketika kuliah di Malang. Hampir setiap akhir pekan, di lembar “Seni Budaya” harian Suara Indonesia, puisi-puisi saya, terbit.

Mengapa hinga kini, saya berkanjang pada puisi? Ini jawabnya:

Puisi memang tidak (dapat) membuat saya kaya. Tapi puisi bisa membuat tulisan-tulisan saya –dan kamu– jadi kaya!

Seumur-umur. Dari puluhan tahun menggumuli dunia kepenulisan dan literasi. Baru satu buku antologi puisi saya. Kumpulan puisi, yang tercerai berai. Terjilid dalam buku berjudul Bathsheba: Kucinta Dia (Penerbit UMN Press, 2013).

Untungkah saya dari terbitnya KP –kumpulan puisi itu?

Secara materi, tidak. Malah saya nombok. Baik untuk proses pracetak, cetak, hingga launching dan bedah bukunya. Mulai dari memberi honor pada narasumber, konsumsi (saya memanggil stand khusus Soto Mamat waktu itu), hingga kebersihan gedung. Waktu itu, ramai juga acaranya. Ada acara baca puisi pula.

Namun, secara moral dan relasi; saya puas! Menghadirkan penyair kawakan negeri ini, Ahmadun Y. Herfanda sebagai pembedahnya.

Dalam hidup ini. Tidak semua hal dapat kita takar dengan imbalan materi. Ada yang berupa investasi. Atau modal sosial. Atau relasi. Dan seterusnya….

Hemat saya. Tidak ada puisi yang salah. Puisi yang bagus atau jelek. Yang ada: puisi yang pas dan sesuai dengan suasana hati dan jiwa Pembaca.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply