Biografer. Saya mencari di kamus Bahasa Indonesia daring. Memasukkan entri “biografer”. Begini jawabannya segera:
Pranala (link): Maaf, tidak ditemukan kata yang dicari
Maka saya menamakan sendiri penulis biografi adalah: biografer. Mengacu ke seseorang yang (tukang) profesinya menulis biografi. Sesuai logika pengindonesiaan kata asing, menyanyi – sing, penyanyi – singer; membaca = read, pembaca – reader; menceritakan – tell, pencerita – teller; dan seterusnya.
Siapa Bapak Biografi Indonesia?
Saya tak ragu-ragu untuk langsung menunjuk. Dialah ayah drummer –dari sinilah saya menambah -er– ke Biograf– seperti penabuh drum, Gilang Ramadhan.
Di Toko Buku Gramedia Matraman, saya pernah narasumber membahas buku bahwa memang tak syak, kami –forum diskusi waktu itu– membaiat Ramadhan KH Bapak Biografi Indonesia. Sudah sah. Hanya belum banyak ditulis dan disebarluaskan melalui media.
Ramadhan KH: Biografer Modern
Sejak SMP, saya telah cukup akrab dengan nama penulis-pengarang ini. Terutama ketika pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Guru Matpel saya ketika itu, pernah menyebut namanya.
Ramadhan K.H. wajib disebut dalam jagad penulisan biografi di Indonesia. Selain sastrawan, ia boleh dibilang pelopor penulisan biografi di negeri ini. Ayah gitaris Gilang Ramadhan ini, tiada pernah keluar dari jalur genre ini hingga akhir hayatnya sebagai penulis. Meski banyak aral melintang, ia tetap berkanjang.n seprofesi.
Sebelum penulis lain melirik biografi, Ramadhan lebih dulu mulai.
Ia penulis biografi Inggit Garnasih, Kuantar ke Gerbang. Juga penulis biografi Ali Sadikin. Biografi Jendral Soemitro yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan (1994), juga karya Ramadhan.
Hal yang cukup fenomenal ialah autobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Buku yang diterbitkan Citra Lamtoro Gung Persada ini mendapat sambutan luas, bukan saja karena tokoh yang ditulis ingin diketahui orang. Juga karena banyak hal darinya yang belum terekspos keluar.
Apakah Anda, Pembaca, berkenan akan judul narasi di atas? Ataukah sebaliknya: keberatan? Ruang terbuka untuk diskusi.
Dalam buku yang dirilis 1989 inilah Soeharto bicara banyak hal, termasuk Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Selama ini, banyak kalangan menuduh Supersemar adalah alat Soeharto untuk naik ke panggung kekuasaan. Dari mulut ke telinga, buku ini pun beredar luas. Sampai sang tokoh lengser, 1998, buku masih dicari-cari orang. Ketika wafat pun, buku ini tetap diminati. Tatkala belakangan ini namanya digadang-gadang menjadi pahlawan nasional, kembali buku ini dicari-cari.
Dekade 1990-an, biografi mulai bersinar. Tatkala Julius Pour, wartawan Kompas, menerbitkan biografi Jenderal Benny Moerdani (1993).
Bermunculan, sejak itu, ditulis dan diterbitkan biografi orang kebanyakan, dalam arti bukan tokoh politik dan pelaku sejarah. Sebagai contoh, Herry Gendut menulis biografi Mien Uno. Dan beberapa tokoh yang sebelumnya tidak dikenal, menjadi dikenal publik karena ditulis menjadi buku.
Memasuki abad 20, biografi semakin marak dan meningkat. Para penulis pun makin beragam. Mulai dari jurnalis, hingga penulis yang hanya konsentrasi menulis biografi. Sebagai contoh, Alberthiene Endah yang membidik tokoh artis, seperti biografi Chrisye dan juga biografi Krisdayanti.
Apakah Anda, Pembaca, berkenan akan judul narasi di atas?
Ataukah sebaliknya: keberatan?
Silakan
Leave a Comment
di bawah. Terbuka untuk kita diskusikan. Dengan, tentu saja, menyertakan alasan dan argumen. Menerakan siapa penulis biografi Indonesia modern, berikut karya dan publikasinya.