Saya tak suka sepakbola!
Tapi saya mau mengulasnya. Sebagai suatu permainan yang gila!
Agar saya tidak ikut-ikutan gila juga. Maka saya menuangkan uneg-uneg saya dalam tulisan. Katarsis!
Sudah berbilang angka 7 atau 8 tulisan saya terkait sepak si kulit bundar. Duluuu sekali. Mungkin sudah 7 tahun lalu. Pernah mengulas, lewat teori kebutuhan berprestasi N-Ach, Ac Milan dan Liverpool. Ternyata, Liverpool yang menang! Bukan karena lebih hebat. Tapi lebih ngotot. Ingin berprestasinya tinggi!
Tujuan saya menulis sepakbola satu saja: jika sudah banyak artikelnya, saya: BUKUKAN. Jelas, kan?
Oleh karena tim kesayangan saya, Italia, gak lolos. Maka satu-satunya tim idola saya: Argentina.
Tapi sekali lagi. Lagi-lagi sekali!
Prek dengan permainan “gila” ini! Bagaimana sebuah bola, bundar sebesar kepala, dikejar-kejar, kemudian disepak sembarangan oleh 20 orang, ditahan 2 orang kiper sebelah menyebelah lapangan. Diteriaki pelatih di luar lapangan. Disorak sorai jutaan penonton. Dikagumi cewek-cewek cantik pemainnya?
Benar-benar permainan gila!
Tapi karena digelitik Dodi, kawan latih-tanding saya biasa diskusi dan berpikir, akhirnya saya terpaksa bicara!
Dodi, lihat kaos saya. Kamu tahu saya berada di pihak mana?
***
Homo ludens –salah satu predikabilia manusia: yang senang bermain dan tertawa. Sepakbola adalah permainan. Barangsiapa subuh nanti menganggapnya serius, ia kalah.
Jerman serius!
Der panser menganggap sepakbola ojek ilmiah. Yang harus didekati interdisiplin. Lihatlah. Mereka membawa serta psikolog, selain pelatih fisik.
Biasanya, siapa yang bersiap-siap berlebihan, ia khawatir kalah! Siapa yang dibantu psikolog, ia kurang percaya diri.
Dan pilot Luftansa, pesawat supercanggih Jerman, sudah mendarat di Saudi Arabia. Awaknya merentangkan bendera kebangsaan Jerman. Berharap sesuatu terjadi. Dan sesuatu itu: mukjizat.
Beberapa pecandu dan tokoh Jerman mulai ragu memilih: titik pesta apakah di Berlin, ataukah digelar di Frankfurt jika mereka menang. Tapi mereka mungkin tak pernah akan berpesta!
Karena tim kesayangan saya, Italia, gak lolos. Maka satu-satunya tim idola saya: Argentina. Tapi sekali lagi. Lagi-lagi sekali! Prek dengan permainan “gila” ini! Saya sudi menulis ihwal sepakbola karena ada maunya: artikel ulasan itu akan dikumpulkan menjadi: Buku.
DENGAN pesawat yang sama saya pernah naik dan mendarat di Frankfurt. Itu terjadi tahun 1997.
Turun bandara, saya kaget bukan main. Melihat anjing pelacak hampir sebesar anak kuda. Lebih kaget lagi, melihat polisinya tinggi besar. Mungkin 2 meter. Saya perhatikan, lengannya saja sebesar paha saya!
Namun, antara antrean dan kerumuman, bersama seorang teman, saya lolos. Mungkin karena saya kecil. Anjing dan polisi tak curiga pada orang kecil. Pikir mereka: orang kecil tak akan mengalahkan orang besar!
Dalam hati saya berkata: mungkin ia lupa tamsil Daud lawan Goliath. Baru tahu dia!
Untuk ukuran Eropa dan Amerika Latin, Messi kecil –seperti saya. Tapi banyak akalnya. Apa sebab? Pak Yansen pernah tanya hal itu. Saya jawab. Dan ia hanya tertawa!
***
Dalam film, novel, dan narasi yang berkelas. Biasanya, jagoan kalah –atau ngalah dulu!
Lihatlah penguasaan bola. Juga peluang tendangan yang berpotensi jadi gol ketika Argentina melawan tuan rumah, Arab. Tapi tuan rumah yang menang. Tak apa-apa. Bagus saja, sebagai hiburan. Tuan rumah dan pendukungnya dibuat sukacita dulu. Jangan mempermalukan suatu kesebelasan di depan pendukungnya! Sebab permainan baru mulai.
Itulah barangkali Argentina. Di Piala Dunia 1982 kan begitu juga? Kalah di babak pertama. Tapi menang di laga final. Ibarat cerita, inilah yang disebut “unpredictable story”. Kisahan yang bernas.
Lihat saja akhir drama sepakbola dunia tahun 2022.
ARGENTINA akhirnya jadi kampiun. Paus Fransiskus memang orang Argentina, suka bola, namun ia sudah memaklumkan akan netral. Katanya, “Sepakbola memang penting, namun Yesus dan Tuhan jangan disuruh-suruh memihak mana pun! Persaudaraan dan cinta lebih penting dari sepakbola! Tuhan di atas segalanya!”
Ya, sepakbola –dan juga POLITIK– urusan manusia, bukan urusan Tuhan! Paus benar. Keduanya permainan manusia, bukan permainan Tuhan!
Pelajaran yang sangat berharga! Coba presiden dan tokoh politik kita bisa seperti Paus???
Coba!!!!!
***
Jika nantinya Argentina benar-benar juara dunia. Lengkap sudah mahkota Messi. Ia Messi-ah yang dikirim dari planet lain untuk membuat permainan jadi makin menarik.
Lihatlah! Ia sengaja tidak mencetak gol pada laga pembuka ke gawang Arab.
Tapi melesakkan 2 gol ke gawang Meksiko. Bukankah ini bagian dari permainan?