Negara perlu belajar (jujur, adil, dan berbelarasa) dari manajemen dan tata kelola Credit Union (CU). Mestinya, makin hari aset Negara makin bertambah. Dan dananya digunakan untuk warganya agar makin sejahtera!
Azasnya bukan bank, melainkan koperasi. Jangan salah kaprah! Judul narasi ini hanya untuk memudahkan saja, agar orang langsung memahami bahwa Credit Union (CU) adalah lembaga keuangan bukan-bank.
Waktu kecil dan baru berdiri di Kalimantan Barat pada awal 1970-an, CU tidak dianggap penting. Namun, perhatian terhadapnya meningkat, bahkan mencapai tingkat kriminalisasi, ketika lembaga ini tumbuh menjadi besar. Tahun 2022 – 2023 menjadi tantangan berat bagi CU, terutama di Kalimantan Barat.
CU di Kalimantan Barat dicobai
CU berhadapan dengan tantangan dan hadangan luar biasa. Para pendiri, manajemen, dan CEO-nya dihadapkan kepada ranah bukan-masalahnya. Tidak kurang dari Uskup Agung Pontianak, Agutinus Agus dan Karolin Margret Natasha, dan Cornelis “pasang badan” di depan CU. Bahwa kehadiran CU bukan azasnya bank, melainkan koperasi.
Tidak salah kata pepatah, “Kian tinggi pohon, makin kencang pula angin meniupnya!”
Syukurlah, pada akhirnya, kriminalisasi dan pengkerdilan atas CU, berhasil diatasi. Dalam bahasa Cornelis, “Banyak orang tidak ingin Dayak maju dan sejahtera.”
Agaknya, kata-kata anggota DPR-RI Komisi II dari Kalimantan Barat dan Gubernur Kalbar dua periode (2008-2018) ini menjelaskan secara taktis fenomena yang menimpa CU besar di Kalimantan Barat.
Baca Credit union apakah sama dengan koperasi?
Banyak iri hati dan cemburu muncul seiring dengan kesuksesan CU. Sebagian pihak bahkan berusaha mengusik keberadaan dan manfaatnya. Mungkin karena mereka merasa terancam oleh model bisnis yang berbeda, di mana anggota memiliki peran aktif dalam kepemilikan dan pengelolaan.
CU memberikan konsep keuangan inklusif yang mendorong partisipasi anggotanya dalam pengambilan keputusan, berbeda dengan struktur bank tradisional yang seringkali terasa lebih terpusat.
Pada awalnya, CU dianggap sepele dan tidak signifikan, tetapi kesuksesannya mengubah pandangan banyak orang. Sebagai lembaga keuangan yang dikelola oleh dan untuk anggotanya, CU memberikan solusi finansial yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat. Namun, di tengah kesuksesan tersebut, muncul ketidaksetujuan dan perlawanan dari pihak tertentu yang merasa terancam oleh keberadaan CU.
Kopearsi, bukan Bank!
Penting untuk memahami bahwa CU memiliki peran dan nilai yang signifikan dalam memajukan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya sebagai alternatif bagi layanan perbankan konvensional, tetapi juga sebagai inkubator untuk inklusi keuangan dan pemberdayaan ekonomi. Mungkin saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan apresiasi yang pantas terhadap peran koperasi keuangan ini dalam membentuk ekosistem keuangan yang lebih adil dan inklusif.
Baca The Allocation of World Land for Palm Oil Cultivation
3 T. Sekali lagi. Lagi-lagi, sekali. Tiga triliun. Bukan main-main bilangan asetnya! Tapi yang ke Bank Dayak itu tidak harus pake sepatu. Sandal jepit pun bisa. Asal berpakaian sopan. Tak perlu banyak cing cong. Asalkan memenuhi syarat. Apa saja, kita dilayani dengan lancar. Itulah Bank Dayak!
Baca Strength-based Approach – Pendekatan Berbasis Kekuatan
Di ruangan pelayanan anggota (bukan nasabah, seperti Bank). Kita ngobrol sebagai sesama pemilik dengan pemangku dan pengurusnya. Kita juga memiliki, sebagai anggota.
Kami berada di ruang tunggu, selagi antre. Bertemu orang-orang kampung yang sederhana. Tapi uang mereka di dalam kantong plastik hitam segepok. Mereka menabung. Di antaranya, ada kawan sekelas saya, waktu SD: Dia punya truk. Baru saja panen sawit, 7 ton. Dia setor uangnya ke CU. Luar biasa!
Ugahari. Istilah ini lebih dalam dari sederhana. Buka saja laman Kamus Bahasa Indonesia daring. Sejak puluhan tahun saya telah menggunakannya. Ia kata yang bernas. Padat berisi. “Sak madyo”, kata orang Jawa. Secukupnya. Jangan berlebihan. Itulah cerminan sikap-hidup orang Dayak!
Konglomerasi ekonomi kerakyatan
Konglomerasi ekonomi kerakyatan telah menggurita di ranah Dayak. Ini fakta! Sebab, “Kemiskinan seperti pendarahan. Harus dihentikan,” kata salah seorang pendiri CU Keling Kumang, dan salah satu penggiat Credit Union di Kalimantan Barat, Munaldus, M.A. kepada saya. Pemilik alias Liu Ban Fo, yang juga kawan-rapat dan teman latih tanding diskusi saya ini punya tekad: Desa mengepung kota, dengan sistem ekonominya. Berbagai gerai toko-swalayan milik Keling Kumang Grup (KKG) telah pun membuktikannya.
Baca Credit Union: Kisah Sukses Financial Literacy di Kalbar
Pada 2016. Saya riset. Lalu dari situ, menulis buku setebal 275 halaman. Di bawah judul 40 Tahun CU Lantang Tipo, buku itu menyejarahkan. Tentang bagaimana sebuah koperasi hanya bisa tumbuh dan berkembang di antara orang/ komunitas yang saling percaya dan berjiwa berbela-rasa.
Ya, bukankah credit dari bahasa Latin “credere” yang berarti: percaya? Kata tunggalnya: credo = saya percaya. Orang ketiga tunggal: Credit. Yang berari: ia percaya pada xxx jika ada subjek. Dan “percaya” saja, jika tanpa embel-embel.
Pondasi percaya dan belarasa
Jadi, basis Credit Union, CU itu: orang-orang yang percaya-mempercayai. Ini landasan. Tanpa kepercayaan, sebuah koperasi akan ambruk. Inilah sebab utama, mengapa banyak koperasi gulung tikar. Kecuali koperasi itu sendiri jual-tikar, dan mengulungnya sendiri.
Mengamati apa yang telah saya lakukan, pada 2018, CU Keling Kumang memperingati hari jadi ke-25, meminta hal sama. Saya riset dan menulis buku 25 Tahun CU Keling Kumang: Kerajaan Buah Main Keling Kumang.
Bagi orang luar, pertama kali mendengar, sulit menangkap apa itu Credit Union (CU). Saya mengatakan: Bank-nya orang Dayak. Mereka langsung manggut-manggut.
Namun, bukan bank biasa. Konsepnya: saya bantu kamu, kamu bantu saya. Kita, saya dan kamu, saling bantu!
Di senarai buku 100 Koperasi Besar di Indonesia yang diluncurkan hampir seban tahun oleh Kemenkop, perkembangan koperasi di Indonesia terang benderang. Banyak CU bercokol di dalamnya. Bukti pasal 33 UUD ’45 diterapkan orang Dayak.
Luar biasa!
Dua patah kata itu yang pas menggambarkan spirit dan elan vital orang Dayak. Terutama di Kalimantan Barat. Di Kalimantan lain, juga menggeliat. Namun, dibanding Kalbar, CU di provinsi lain belum sebesar di Kalbar. Di bumi khatulistiwa, papan atas CU: Lantang Tipo, Pancur Kasih, Keling Kumang, Khatulistiwa Bhakti, Semarong, dan masih banyak lagi.
Untuk itu, Anda dipersilakan membaca 100 Koperasi Besar di Indonesia. Di senarai itu, terang benderang berapa CU bercokol di dalamnya. Bukti pasal 33 UUD ’45 diterapkan orang Dayak.
Orang boleh saja menafikan sebuah nama. Namun, bagi anggota CU Lantang Tipo, nama “lantang tipo” pantang dilupakan. Selain terkandung nilai-nilai, juga tersurat di dalamnya spirit pendiri. Setiap anggota CU Lantang Tipo wajib menghadirkan spirit tipo dalam gerak langkah dan napas hidup sehari-hari.
Tulisan pertama ini tentang CU Lantang Tipo. Mengapa yang pertama? Alasannya silakan langsung baca di alinea kedua, paling akhir tulisan ini!
Asal Usul CU di Kalimantan Barat
Suatu hari, di Pusat Damai. Beberapa waktu berselang, setelah 5 utusan paroki kembali seusai mengikuti sosialisasi tentang CU di Sanggau. Utusan merasa apa yang mereka peroleh sangat penting dikomunikasikan ke kelompok yang lebih luas.
Maka dirasa perlu mengadakan sebuah pertemuan yang diperluas. Lima orang utusan paroki yang diutus ke Sanggau adalah peserta inti. Ditambah dengan seluruh guru yang bernaung di bawah Yayasan Perum, pegawai paroki, dan tokoh masyarakat. Jumlah mereka kurang lebih 30 orang. Ada pun tema pertemuan adalah “Kursus Dasar CU”.
Kursus dasar ini diadakan akhir Januari 1976. Kursus berlangsung sekitar lima hari. Diadakan di bekas gereja lama.
Kursus dasar pun memasuki hari terakhir. Disepakati akan diresmikan terbentuknya CU. Namun, nama CU waktu itu belum ada. Masih kosong.
Maka setelah peserta kursus mafhum seluk beluk CU. Masing-masing peserta diminta memberi nama untuk bayi yang akan lahir itu.
Tiap-tiap orang diberi kesempatan yang sama. Diberikan kebebasan mengambil dari nama binatang, tempat keramat, orang terkenal yang patut dijadikan teladan, gunung, dan sungai.
Baca Credit Union (CU) | Koperasi Hanya Tumbuh Kembang di Tempat Anggota Saling Berbela Rasa (4)
Masing-masing peserta punya kesempatan untuk mempresentasikan nama usulannya. Seluruh hadirin menyimak dengan saksama. Nantinya salah satu presentasi yang dianggap paling baik dan mencerminkan semangat CU, akan ditetapkan sebagai pilihan bersama.
Lantang Tipo adalah usulan dan presentasi Acang diterima secara aklamasi.
“Yang lain-lain sudah presentasi. Kini giliran saya. Apa nama usulan saya? Sederhana saja. Kalau ke hutan atau ke ladang, saya kerap melihat dan mengamati “lantang tipo,” papar Acang. “Baiklah, saya memungutnya sebagai nama untuk diusulkan. Saya pun presentasi.”
Filosofi dan Spirit
Acang mulai menjelaskan ciri-ciri dan semangat hidup tanaman ini. Arti harfiah “lantang tipo” adalah nama tanaman, semacam lengkuas, yang biasa tumbuh di hutan.
Tanaman ini semangat hidupnya tinggi dan tumbuh berumpun. Jika kena injak, pohonnya tetap bertahan, tetap tumbuh. Semangat hidupnya sangat tinggi. Di tempat tipo banyak tumbuh maka tanah gembur dan subur. Ilalang pun akan kalah bertarung hidup dengannya. Adapun nama latin tanaman ini: Zingibe raceae. Tipo: semangat hidup tinggi dan membuat tanah gembur.
Baca VOC : Rekam Jajak Kejayaan Abad 18 dan 17
“Lantang itu bibit atau benih, sedangkan tipo, ya tanaman hutan sejenis lengkuas. Menyimbolkan sesuatu yang tak berkesudahan, selalu bertumbuh, tetap akan ada. Ia forever, abadi selamanya,” papar si penemu nama.
Bahkan, menurut pengamatan Acang, batang tipo jika dipancung, dalam waktu kurang dari 5 menit sudah menumbuhkan tunas kembali. Luar biasa semangat hidup dan semangat juangnya. “Dalam bahasa kami (Hibutn) ‘pasap nyulor’, sehabis dipotong langsung tumbuh,” papar Acang.
Banyak usulan yang bagus-bagus dan juga dalam maknanya. Setelah semua mendapat giliran presentasi maka diadakan voting untuk memilih mana usulan yang paling favorit.
Hasilnya? Acang tidak asal usul. Yang diusulkannya sederhana, tapi sarat makna dan diterima secara aklamasi. Tepuk tangan, riuh rendah pun membahana, menandai sukacita pertemuan di hari terakhir. Jadilah nama yang disepakati bersama: CU Lantang Tipo.
Keputusan menggunakan nama ini disepakati mulai berlaku sejak 2 Ferbruari 1976. Maka tanggal dan bulan itu ditetapkan menjadi Hari Jadi CU Lantang Tipo.
Itulah sekelumit asal usul nama CU tertua di Kalimantan yang kini memasuki usia 45 tahun.
Hanya tiga syarat saja sebenarnya untuk Pra-CU bisa naik kelas menjadi CU.
Namun, tiga syarat berikut ini terbilang berat pada saat itu. Yakni 1) harus ada kegiatan, 2) harus ada laporan tertulis, dan 3) harus ada rapat (rapat anggota tahunan). Jika tidak ada ketiga hal itu maka pra-CU dibekukan.
Berbekal semangat dan kerja keras, pada 2 Februari 1977, selama setahun setelah penetapan hari jadi, Pra-CU Lantang Tipo menjadi: CU Lantang Tipo. Satu-satunya CU yang lolos dan direstui untuk tumbuh dan berkembang pada saat itu, ketika CU yang lain di paroki lain, mati suri.
“Laporan kami buat berasama Pak Kasan. Diketik dengan mesin tik manual. Tiap tiga bulan sekali lapor. Ada kegiatan, diadminkan, kami memberi motivasi, membuat laporan keuangan, dan ada Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagaimana yang dipersyaratkan. Beres!” terang Acang.
Dalam pada itu, anggota semakin bertambah. Orang yang melihat lalu percaya kian beranak pinak. Bagaikan tipo.
Oleh sebab itu, dirasa perlu membangun gedung sendiri, keluar dari tempat suci sakristi. Selain kegiatan dan anggota makin banyak, jam pelayanan pun menjadi kian panjang. Tidak terikat waktu seusai perayaan Ekaristi lagi.
Namun, apa akal? Dengan dana terbatas dan modal yang masih berputar-putar, CU tidak mungkin membangun gedung pelayanan secara swadana.
Baca Credit unions are decentralized system just like cryptocurrencies
Setelah urun rembug, pengurus lalu mengajukan proposal meminta dana ke luar negeri untuk pendirian kantor. Proposal diajukannya ke Jerman. Disepakati dana yang didapat itu nanti untuk membangun kantor pertama yang berdiri sendiri, permanen, dari bahan kayu, dan berdinding semen. Luasnya 11 x 11, tingkat 2.
Sering dengan itu, anggota CU makin bertambah. Pengurus mengajukan permohonan dana untuk perluasan kantor. Permohonan dikabulkan. Gedung kantor pun diperpanjang ke belakang. Dana kali ini didapat dari Swiss. Kemudian, setelah dipakai sekian tahun, anggota bertambah banyak. Kini sudah mampu dan swadana. Maka dibangunlah kantor yang sekarang ini berada di bawah. Gedung lama dibongkar yang ada di sebelah bawah.
Pembangunan kantor pelayanan menandai CU Lantang Tipo makin dipercaya masyarakat. Kebetulan, pada saat itu, tahun 1980-an. Perusahaan sawit mulai masuk ke daerah Pusat Damai dan sekitarnya. Kebun-kebun pun bermunculan di mana-mana.
Konsep dasar CU Lantang Tipo sederhana: Saya bantu kamu, kamu bantu saya. Kita, saya dan kamu, saling bantu!
Penduduk mulai menyerahkan lahan ke perusahaan. Selain mendapat uang dari menjual tanah itu, penduduk ada yang mengusahakan sendiri perkebunan sawit. Mereka memerlukan modal untuk investasi, untuk membeli bibit, pupuk, membeli racun gulma, dan dana untuk perawatan.
Bersamaan dengan kegiatan perkebunan sawit, menggeliat pula perkebunan karet unggul. Kegiatan perkebunan masyarakat ada hubungannya dengan keberadaan CU.
Masyarakat yang tadinya belum menjadi anggota, mulai menjadi anggota CU. Mereka menabung. Masyarakat sudah mulai bisa mengelola uang. Lama-lama keluarga dan handai tolan yang melihat bahwa warga yang sudah anggota CU bisa mengelola uang dan taraf hidupnya semakin baik, ikut-ikut menjadi anggota CU.
Pertambahan jumlah anggota CU Lantang Tipo semakin banyak dan persebaran anggota makin luas. Anggota bukan hanya warga yang tinggal di Pusat Damai dan Kecamatan Parindu. Namun, sudah menyebar ke luar batas dan menembus wilayah Paroki Pusat Damai.
Pada hari ulang tahun CU Lantang Tipo tahun 2007, Ewald diberi kesempatan menyampaikan kesan dan pesan. Seperti biasa, pastor yang tidak banyak cakap ini hanya menyampaikan dua patah kata saja, tetapi sangat dalam dan sarat dengan makna. Katanya, “Lantang Tipo, Pantang Tipu!”
Jakarta, 18 November 2014 Kopdit CU Lantang Tipo menerima penghargaan KSP Award 2014 yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM RI Pusat. CU Lantang Tipo menerima dua buah award dari 10 kategori yang ditentukan oleh panitia. Dua kategori award yang diperoleh CU Lantang Tipo tersebut yaitu Pemenang Kategori Paling Cepat Pertumbuhan Asetnya dan Pemenang Kategori Paling Besar Pemupukan Modal Sendirinya.
Tentu saja merupakan kebahagiaan besar terutama bagi semua anggota CU Lantang Tipo begitu juga disampaikan Tarsisius, CEO CU Lantang Tipo setelah menerima langsung Award tersebut.
***
Pada jeda tahun buku 2018, terbukukan aset CU Lantang Tipo Rp 2,96 triliun. Terbesar dibanding “adik-adiknya”, seperti Kopdit Pancur Kasih dan Kopdit Keling Kumang yang berbasis sama di wilayah Kalimantan Barat. Anggota Kopdit Lantang Tipo masih tetap paling besar, yaitu 204.049 orang (per April 2020). Tersebar di 51 kantor cabang (KC) di 14 kabupaten dan kota di Kalimantan Barat.
Kini aset CU tertua di Kalimantan Barat ini melebihi 3-T.
Kiranya rekor itu wajar. Mengingat CU Lantang Tipo yang usianya paling tua.
***