Pendekatan berbasis kekuatan (strength-based approach) merupakan paradigma yang memusatkan perhatian pada pengenalan, pengembangan, dan optimalisasi kekuatan individu atau kelompok sebagai elemen kunci untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kesejahteraan.
Jika berpikir, dan mengandalkan, pada kekuatan (bukan pada kelemahan) maka akan kuatlah kita.
Strength-based approach
Pendekatan berbasis kekuatan (atau berbasis aset) menitikberatkan pada kelebihan seseorang (termasuk kelebihan personal dan jaringan sosial dan komunitas), bukan pada kekurangan mereka.
Praktik berbasis kekuatan bersifat holistik dan lintas disiplin. Bekerja dengan individu untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Baca http://Strengths-based approaches
Dalam eksplorasi literatur, beberapa karya menonjol dalam mendetail konsep ini dari berbagai perspektif, memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang aplikasinya di berbagai bidang kehidupan.
Tom Rath melalui bukunya, StrengthsFinder 2.0, tidak hanya memperkenalkan konsep kekuatan, tetapi juga memberikan alat yang praktis, yakni StrengthsFinder, untuk membantu seseorang mengidentifikasi kekuatan mereka. Pemahaman yang lebih baik terhadap kekuatan ini diharapkan dapat mengarah pada pengembangan diri yang lebih efektif dan produktif.
StrengthsFinder 2.0
Karya Tom Rath menyajikan suatu kerangka kerja yang revolusioner dalam pengembangan pribadi dan profesional. Saripati utama dari buku ini adalah memusatkan perhatian pada identifikasi dan pemanfaatan kekuatan individu sebagai kunci untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar. Lebih dari sekadar memperkenalkan konsep kekuatan, buku ini memberikan alat praktis bernama StrengthsFinder, yang secara khusus dirancang untuk membantu pembaca mengidentifikasi dan memahami kekuatan unik yang dimiliki oleh setiap individu.
Baca AI dan AGI Menggantikan Kecerdasan Manusia?
StrengthsFinder adalah suatu alat pengukuran kekuatan yang mengidentifikasi lima kekuatan kunci seseorang dari total 34 kekuatan yang diakui.
Setiap kekuatan ini memiliki karakteristik uniknya sendiri, dan buku ini membimbing pembaca melalui proses untuk menemukan kekuatan dominan mereka. Dengan fokus pada kekuatan daripada kelemahan, pembaca diarahkan untuk memahami dan mengembangkan potensi terbaik mereka.
Contoh konkret dapat diberikan dengan menggambarkan salah satu kekuatan yang diidentifikasi oleh StrengthsFinder, misalnya “Achiever” atau “Pencapaian.” Jika seseorang memiliki kekuatan “Achiever,” berarti ia cenderung sangat termotivasi untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan tugas.
Baca R/E-volusi MENULIS | Dari Bulu Ayam ke Alat Tangkap Suara
Buku ini tidak hanya mengidentifikasi kekuatan ini, tetapi juga memberikan saran tentang cara mengoptimalkan kekuatan tersebut dalam berbagai konteks, seperti pekerjaan, hubungan, dan pengembangan pribadi.
Saripati dari StrengthsFinder 2.0 adalah memberdayakan pembaca dengan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan mereka dan bagaimana menggunakannya untuk mencapai keberhasilan. Dengan memusatkan perhatian pada aspek positif, buku ini mendorong individu untuk membangun pada kekuatan yang mereka miliki, menciptakan landasan yang kuat untuk pengembangan diri yang efektif dan produktif.
Positive Psychology Progress
Sementara itu, dalam ranah psikologi positif, artikel jurnal oleh Martin E. P. Seligman dan Acacia C. Parks, yang berjudul “Positive Psychology Progress: Empirical Validation of Interventions,” mengeksplorasi efektivitas intervensi berbasis kekuatan. Penelitian ini menyelidiki bagaimana pendekatan ini dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kesejahteraan secara umum.
Appreciative Inquiry: A Positive Revolution in Change
Sementara itu, metode Appreciative Inquiry, yang diuraikan oleh David L. Cooperrider dan Diana Whitney dalam buku “Appreciative Inquiry: A Positive Revolution in Change,” memberikan perspektif praktis tentang penerapan pendekatan berbasis kekuatan dalam konteks perubahan organisasi. Pendekatan ini tidak hanya memperbaiki masalah, tetapi juga membangun pada apa yang sudah berfungsi baik.
Dalam konteks manajemen kasus sosial, penelitian oleh Catherine F. Fong dan Lorraine Gutierrez, yang dijelaskan dalam artikel akademis “Strength-Based Case Management: Individuals’ Perspectives on Strengths and the Process of Strengths Assessment,” menyoroti pandangan individu terhadap pendekatan berbasis kekuatan. Menangkap perspektif klien dapat memberikan wawasan berharga untuk merancang intervensi yang lebih efektif.
Keseluruhan literatur ini memberikan fondasi yang kokoh untuk memahami dan menerapkan pendekatan berbasis kekuatan. Dengan menekankan pada aspek positif, pendekatan ini tidak hanya membantu dalam pencapaian tujuan individual atau kelompok tetapi juga merangsang pertumbuhan dan pengembangan berkelanjutan.
Pada intinya, pendekatan berbasis kekuatan tidak hanya melihat ke dalam permasalahan. Lebih dari itu, pendekatan yang mengandalkan kekuatan juga memberikan pandangan yang holistik dan membangun pada kelebihan yang telah ada untuk mencapai hasil yang lebih berkelanjutan dan memuaskan.
sumber gambar: https://www.google.com/search?q=strength-based+approach