“Dunia internasional saja mengakuinya. Masa’ kita, orang dalam, yang tak lain tak bukan adalah keturunannya langsung tidak,” kata Dr. Stefanus Masiun, ketua Pengurus CU Keling Kumang, tentang sosok Apai Janggut.
“Kita wajib menuliskan riwayat hidup, perjuangan serta kiprah pemenang Gulbenkian Prize di Portugal tahun 2023,” papar Rektor Institut Teknologi Keling Kumang.
Untuk diketahui, Apai Janggut menerima Anugrah Yayasan Gulbenkian di Lisbon, Rabu, 19 Juli 2023 langsung dari tangan Angela Merkel. Atas prestasinya itu, Apai berhak menerima dana sebensar 1 juta Euro.
Maka jadilah buku ini. Telah masuk ke dala proses pracetak. Ditulis 5 aktivis gerakan CU Keling Kumang. Dieditori oleh seorang aktivis pula.
Bukan sebatas pelestari
Bandi anak Ragai, yang lebih dikenal sebagai “Apai Janggut”, merupakan tokoh yang sangat dikenal dan populer di Sungai Utik, Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Asli namanya adalah Bandi Anak Ragai, yang menunjukkan warisan tradisi kaum Iban yang selalu menyebut seseorang dengan nama ayahnya. Di wilayah Kalimantan Barat, khususnya di Sintang dan Kapuas Hulu, hampir semua orang mengenal “Apai Janggut”, sebuah julukan yang khas bagi masyarakat Iban. Ia dikenal sebagai pelestari hutan adat dan seni budaya.
Baca Menulis Itu Tidak ada Teorinya
Di tengah-tengah ancaman terhadap seni budaya Dayak oleh modernisasi dan kepentingan ekonomi, rumah panjang atau “rumah panjai”, sebuah bangunan tradisional khas Dayak yang mencerminkan kehidupan komunal dan gotong royong, semakin langka.
Rumah panjang Sungai Utik, yang terletak di pinggir Sungai Embaloh, adalah salah satu dari sedikit rumah panjang yang tersisa di Kalimantan. Bandi, yang saat ini berusia 81 tahun, masih memiliki kekuatan dan keperkasaan yang luar biasa, dengan tanda-tanda usia yang masih terukir di wajah dan tubuhnya, termasuk tato yang menghiasi tubuhnya.
Sebagai keturunan Keling Kumang generasi ke-7, Apai Janggut memiliki pengetahuan yang luas tentang sejarah masa lalu, terutama tentang imperium kaum Iban yang diperintah oleh Keling Kumang yang dikenal sebagai “Buah Main”. Dalam sebuah acara talkshow di RRI Pro1 Sintang pada tanggal 5 Juni 2015, Bandi menjelaskan betapa rukun dan makmurnya kehidupan masyarakat Iban di bawah kepemimpinan Keling Kumang, yang diwarnai oleh prinsip-prinsip keadilan dan hukum adat.
Selain sebagai pelestari budaya, Bandi juga dikenal sebagai seorang aktivis dalam upaya pelestarian hutan. Meskipun usianya telah mencapai delapan dasawarsa, ia tetap gigih dalam menjaga adat dan tradisi. Konsepnya tentang kelestarian hutan sederhana namun sarat makna, yang ia sampaikan melalui sebuah tulisan, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan memanfaatkannya dengan bijaksana.
Dalam konteks debat tentang ijasah dan gelar akademik, Apai Janggut menawarkan wawasan tentang pengetahuan tacit, yang menurutnya lebih berharga daripada pengetahuan eksplisit yang didapat dari bangku sekolah. Baginya, orang-orang yang memiliki pengetahuan tacit, meskipun tidak memiliki pendidikan formal, dapat memiliki kompetensi yang lebih tinggi daripada sarjana atau profesor di bidang mereka masing-masing. Bandi sendiri adalah contoh nyata dari seseorang yang memiliki pengetahuan tacit yang luar biasa dalam berbagai bidang, seperti budaya, bahasa, sastra, dan sejarah suku bangsa Iban.
Baca Tri-Sumpah Kedaulatan Dayak Patih Jaga Pati
Dengan keberagaman kecerdasan yang dimilikinya, seperti kecerdasan natural, kinestetik, inter dan intra-personal, serta verbal dan linguistik, Bandi menjadi sosok yang sangat kompeten dan berpengaruh di tengah-tengah masyarakatnya. Ia adalah contoh yang hidup tentang bagaimana pengetahuan dan kearifan lokal dapat menjadi sumber daya yang berharga dalam menjaga keberlangsungan budaya dan lingkungan.
Launching di Hari Studi dan peresmian kampus baru
Menurut Masri Sareb Putra, ketua Tim Penerbitan 50 buku Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) ber-ISBN, bbiografi Apai Janggut ini akan diluncurkan bersamaan dengan Hari Studi dan peresmian kampus baru ITKK, 5 -6 Austus 2024.
“Rekor! Tidak mudah suatu perguruan tinggi menerbitkan 50 buku, dan meluncurkannya pada satu momen yang sama,” terang Penerbit Lembaga Literasi Dayak.*)