Semasa Anis Baswedan menjadi Mendikbud RI, ada juga hal dan program baik yang datang dan dikerjakannya. Sebagaimana halnya pasca Anis, tidak semua hal baik dikerjakan dan dilakukan Mendikbud setelahnya.
Salah satu program terbaik Anis ketika itu adalah: literasi terencana di sekolah formal.
Program telah pernah sudah digulirkan, bukan sebatas wacana. Bahkan, jauh-jauh hari sebelum Mendikbud Anis menerbitkan Permendikbud No.8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan.
Saat menyampaikan sambutan pada Rapat Koordinasi Penumbuhan Budi Pekerti di Gedung Ki Hadjar Dewantara lantai III Kompleks Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2015, Anies menegaskan bahwa budaya baca adalah jembatan menuju ilmu.
Program membaca buku 15 menit pertama sebelum pelajaran dimulai, digulirkan Menteri Anies. Diperlukan ketersediaan buku-buku. Siapa menyediakan?
“Buku apa pun yang layak dibaca anak-anak. Silakan mereka pilih sendiri bukunya,” ujar Anies Baswedan. Mantan Rektor Universitas Paramadina itu berkeyakinan, membiasakan siswa membaca buku sejak dini itu perlu. Hal itu bisa dilakukan pada 15 menit pertama sebelum hari pembelajaran dimulai.
Baca Pedagogi Sinestesia
Menurut Anies, siswa dbebas memilih buku yang ingin dibacanya. Mereka jangan dipaksa membaca buku yang tak sesuai dengan minatnya. Guru dapat mengajak siswa ke perpustakaan, meminjamnya, dan mengembalikannya ke tempat semula sesuai dengan prosedur dan tata kelola lazimnya sebuah perpustakaan.
Ditegaskan, membaca 15 menit pertama sebelum hari pembelajaran dimulai bukan sekadar program mercusuar dan pencitraan, melainkan kebutuhan, bahkan keharusan. Pasalnya, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah.
“Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat minta baca paling rendah di dunia. Kenapa? Karena kita sama-sama tidak suka membaca,” tegas Anies.
Program membiasakan siswa membaca, diharapkan lambat laun minat baca masyarakat Indonesia meningkat. Betapa tidak! Bangsa kita belum menjadi “reading society”. Habitus membaca belum terbangun. “Indonesian people reading habit is very low,” simpul B. Mustafa dalam sebuah penelitian yang dirilis oleh Perpustakaan Nasional.
Siapa menyediakan?
Jka program manis Manteri Anies bergulir, masalahnya adalah: siapa menyediakan bahan bacaan bagi sekitar 31 juta siswa (http://nisn.jardiknas.org/cont/data_statistik/index.php) di satuan pendidikan di Indonesia? Ini belum terhitung jumlah siswa PAUD dan prasekolah.
Mengacu kepada Pasal 5 ayat 2 tertera bahwa, “Pelaku penerbitan Buku Teks Pelajaran oleh Kementerian paling sedikit terdiri atas: a. Penulis; b. Penelaah; c. Editor; dan d. Illustrator.” Sedangkan Pasal 5 ayat 3, “
Pelaku penerbitan Buku Teks Pelajaran oleh swasta paling sedikit terdiri atas: a. Penulis; b. Konsultan; c. Reviewer; d. Editor; e. Illustrator; dan f. Penilai.”
Akan tetapi, buku-buku yang digunakan untuk satuan pendidikan, harus terlebih dahulu melalui seleksi dari Kementerian. Pasal 6 ayat 1, “Penilaian atas kriteria kelayakan Buku Teks Pelajaran maupun Buku Non Teks Pelajaran diajukan oleh Penerbit kepada Kementerian atau Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).”
Kualitas dipertanyakan
Dengan demikian, siapa pun warga negara Indonesia, asalkan mampu, dapat mengadakan buku yang digunakan untuk satuan pendidikan setelah melalui proses penilaian terlebih dahulu dan dinyatakan lulus. Namun, kualitas naskah pada umumnya masih memprihatinkan. Perlu sentuhan pakar, baik dalam hal isi maupun kualitas penyajian.
Baca Buku Best Seller di Eropa dan Amerika serta di Indonesia: Apa Bedanya?
Hanya saja, seperti biasa. Selama ini, masih sulit menemukan naskah yang benar-benar berkualitas dan memenuhi kriteria penliaian. Masalahnya, kualitas penulis dan penerbit di Jakarta dan luar Jakarta, Jawa dan luar Jawa, masih timpang.
Ditimpa sejumlah masalah, seperti: kurangnya informasi yang jelas dan lengkap, kemampuan penerbitan dan kualitas naskah, minimnya jumlah penulis dan penerbit; menjadikan daerah luar Jakarta dan luar Jawa jarang yang bisa bersaing untuk meloloskan bukunya digunakan pada satuan pendidikan.
Faktanya, hanya 20% naskah yang diajukan untuk dinilai yang lolos. (rmsp)